Ntvnews.id, Bandung - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat kembali berhasil mengungkap perkembangan terbaru dalam kasus jaringan perdagangan bayi internasional yang melibatkan pengiriman bayi ke Singapura. Kali ini, enam tersangka tambahan telah ditetapkan, menyusul penangkapan terhadap 16 orang sebelumnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Surawan, mengungkapkan bahwa keenam tersangka ditangkap dalam kurun waktu satu minggu terakhir di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat. Mereka diketahui berinisial TSH, KR, DI, DA, FL, dan ML.
“Empat orang kami bawa ke sini untuk ditahan, sedangkan dua lainnya tidak kami tahan karena dalam kondisi hamil,” ujar Surawan saat memberikan keterangan di Bandung, Rabu, 30 Juli 2025.
Meskipun dua tersangka perempuan tersebut tidak ditahan, Surawan menjelaskan bahwa keduanya tetap dikenai kewajiban untuk melapor secara berkala dan masih berada di bawah pengawasan aparat kepolisian setempat.
Baca Juga: Ganjar Sebut Kehadiran Megawati di Bali Hanya Hadiri Bimtek, Bukan Kongres
Ia juga menyebutkan bahwa seluruh tersangka baru ini masih terhubung dengan kelompok sindikat sebelumnya.
“Dalam penangkapan, kami juga mengamankan sejumlah dokumen penting, seperti paspor bayi, paspor orang tua palsu, dan dokumen notaris terkait proses adopsi yang diduga ilegal,” jelasnya.
Selain menangkap para tersangka, pihak kepolisian juga berhasil mengamankan dua bayi yang diduga akan dikirim ke Singapura untuk diadopsi secara ilegal. Kedua bayi tersebut masing-masing berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dan usianya belum mencapai satu tahun.
“Asal usul kedua bayi ini masih kami telusuri lebih lanjut. Bayi sudah menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit dan nantinya akan ditempatkan di panti asuhan,” tutur Surawan.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, keenam orang tersebut akan diproses dengan menggunakan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Berdasarkan aturan tersebut, mereka terancam hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal sebesar Rp600 juta.
(Sumber: Antara)