8 Juta Warga Mampu Tak Lagi Masuk Data Penerima PBI BPJS Kesehatan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Jul 2025, 10:35
thumbnail-author
Devona Rahmadhanty
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah), didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf(kanan), menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025). Agenda rapat membahas validasi data penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), serta mencari solusi atas persoalan ketidaktepatan data PBI. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah), didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf(kanan), menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025). Agenda rapat membahas validasi data penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), serta mencari solusi atas persoalan ketidaktepatan data PBI. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengungkapkan bahwa sebanyak delapan juta warga resmi dicoret dari daftar penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Dalam rangka (penyaluran) bansos tepat sasaran, delapan juta lebih dinonaktifkan dari penerima bantuan iuran ini," ucap Saifullah Yusuf, Menteri Sosial dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI membahas data PBI JKN berdasarkan DTSEN, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Pencoretan dilakukan karena mereka dinilai telah mampu secara ekonomi, sehingga tak lagi memenuhi syarat sebagai penerima bantuan sosial pemerintah. 

"Kuotanya (PBI) tetap, tapi dialihkan kepada penerima manfaat yang lain yang kita anggap lebih berhak daripada delapan juta sebelumnya," ujar Mensos Saifullah Yusuf.

Menurutnya, pencoretan data penerima bantuan iuran (PBI) merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Kebijakan ini hadir sebagai solusi atas masalah penyaluran bantuan sosial yang selama ini kerap dinilai tidak tepat sasaran.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) diberi mandat untuk menyusun dan mengelola DTSEN yang akurat, terkini, dan terintegrasi, serta mengelola DTSEN.

BPS rutin memperbarui data DTSEN setiap tiga bulan melalui pemeriksaan langsung ke lapangan atau ground check.

Ground check dilakukan untuk mengidentifikasi kesalahan data, baik warga yang seharusnya tidak menerima bantuan (inclusion error) maupun yang seharusnya mendapat tapi justru terlewat (exclusion error). Temuan ini menjadi dasar perbaikan DTSEN agar penyaluran bantuan sosial tahap berikutnya lebih tepat sasaran.

"Penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional sebagai sumber data utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan sosial dan ekonomi sehingga dapat memastikan program pemerintah yang terlaksana secara lebih tepat sasaran, efektif, efisien, dan akuntabel," ujar Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS. 

Dalam menyusun DTSEN, BPS menggabungkan berbagai sumber data, seperti Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Seluruh data tersebut kemudian direkonsiliasi dengan informasi dari Dukcapil, BPJS Ketenagakerjaan, hingga PLN untuk memastikan keakuratan dan kelengkapannya.

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Buka Suara soal 7,3 Juta Peserta PBI JKN Dinonaktifkan

Baca juga: Miris! Rumah Sakit di Jakarta Masih Ada yang Tolak Pasien BPJS

(Sumber: Antara) 

x|close