Ntvnews.id, Jakarta - Momen menarik terjadi di sela rapat Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi pada hari ini, Kamis, 8 Mei 2025.
Saat rapat diskors guna melaksanakan istirahat, salat, makan (ishoma), Menhub tiba-tiba duduk di lantai depan Ruang Rapat Komisi V DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Terlihat pula beberapa anggota Komisi V DPR, yang juga duduk ngemper bersama Dudy. Mereka antara lain Adian Napitupulu, Mochamad Herviano, Edi Purwanto, Hamka B. Kady, dan Tom Liwafa.
Awalnya, Adian dan beberapa anggota DPR yang duduk di lantai terlebih dahulu. Tak lama berselang usai rapat, Dudy tiba-tiba ikut duduk bersama.
Di momen itu, Menhub berbicara serius soal nasib pengemudi transportasi online bersama Adian dan anggota DPR lainnya.
Pembahasan juga terkait perusahaan aplikator yang merupakan mitra pengemudi ojol. Para anggota DPR itu terlihat serius dan seksama mendengarkan penjelasan Dudy.
Adian pun sempat menyampaikan responsnya atas penjelasan Dudy. Diskusi itu berlangsung cukup lama. Dialog sambil duduk bersila itu lalu diakhiri dengan foto bersama.
Menhub Dudy Purwagandhi dan anggota DPR RI duduk di lantai bahas terkait ojol. (NTVNews.id)
Sebelumnya, perwakilan organisasi pengemudi ojek online mendatangi Gedung DPR RI, Jakarta pada hari ini, Rabu, 23 April 2025. Mereka yang berasal dari Koalisi Ojol Nasional (KON), mendatangi kompleks parlemen, Senayan, guna menyampaikan sejumlah tuntutan. Salah satunya ialah revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
"Kenapa mereka menuntut revisi? Karena mereka mau cepat, sehingga tidak perlu melakukan harmonisasi seluruh pasal, tetapi beberapa pasal yang terkait dengan kepentingan kehidupan mereka," ujar Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR, Adian Napitupulu, usai pertemuan.
Selain itu, KON juga meminta aplikator tak meminta komisi dari setiap transaksi mitra ojol, lebih dari 15 persen. Angka ini termasuk cukup tinggi, mengingat undang-undang terkait menyebut bahwa perantara seperti aplikator, maksimal hanya bisa mengambil komisi sebesar 5 persen dari transaksi.
"Mereka menuntut agar maksimal tanpa plus, plus, plus yang lain komisi aplikator. Aplikator ini kan perantara. Dia menjadi perantara antara pemilik kendaraan dengan pengguna kendaraan," papar Adian.
"Jadi sama seperti notaris, sama seperti perantara rumah dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), untuk perantara itu maksimal 2,5 persen sampai 5 persen. Tetapi mereka berbaik hati kepada aplikator, jangan di atas 15 persen, maksimal 15 persen lah," imbuh politikus PDI Perjuangan (PDIP).
Di samping itu, Koalisi Ojol Nasional juga menuntut status mereka tetap menjadi mitra, bukan sebagai karyawan.
"Kenapa tetap menjadi mitra? Ada fleksibilitas dan lain sebagainya," tandasnya.