Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) menyampaikan hasil riset Tim Ekspedisi Patriot (TEP) bahwa Indonesia tidak kekurangan potensi ekonomi di kawasan transmigrasi.
Menurutnya tantangan utamanya terletak pada pengelolaan yang belum berbasis data, sains, dan teknologi.
Hal ini disampaikan Menteri Transmigrasi M Iftitah Sulaiman Suryanagara saat menutup rangkaian diseminasi hasil riset TEP hasil kolaborasi Kementerian Transmigrasi dengan tujuh perguruan tinggi nasional.
“Para peneliti yang bekerja langsung di lapangan menemukan satu kesimpulan besar, potensi itu ada dan nyata. Yang kita butuhkan adalah pemetaan data yang akurat, dukungan sains, dan pemanfaatan teknologi agar potensi tersebut benar-benar mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat,” ujar Menteri Iftitah dalam keterangan tertulisnya, Rabu 24 Desember 2025.
Baca juga: Kementrans Perkirakan Kawasan Transmigrasi Berpotensi Sumbang Ekspor hingga Rp120 Triliun per Tahun
Tim Ekspedisi Patriot diterjunkan sejak Agustus hingga Desember 2025 di 154 kawasan transmigrasi dan melibatkan sekitar 2.000 peneliti dari UI, ITB, UGM, UNDIP, UNPAD, ITS, dan IPB University.
Tak hanya itu program unggulan Kementerian Transmigrasi ini turut didukung BRIN dan kementerian terkait. Riset ini menjadi salah satu kajian kolaboratif terbesar yang pernah dilakukan di kawasan transmigrasi, baik dari sisi skala, disiplin ilmu, maupun kedalaman data.
“Hasil riset menunjukkan lebih dari 70 persen kawasan transmigrasi belum memiliki infrastruktur dasar yang berfungsi optimal, seperti jalan produksi, irigasi, air bersih, listrik, dan fasilitas pascapanen. Kondisi ini menyebabkan lebih dari 60 persen komoditas unggulan masih dijual dalam bentuk mentah, sehingga nilai tambah ekonomi dinikmati di luar kawasan transmigrasi,” imbuh Mentrans.
Simulasi riset menunjukkan perbaikan jalan produksi dapat menurunkan biaya logistik hingga 55 persen. Sementara penambahan fasilitas pengolahan sederhana mampu meningkatkan harga jual komoditas 20–40 persen.
“Investasi kecil yang tepat sasaran jauh lebih berdampak dibanding proyek besar yang tidak terhubung dengan rantai nilai,” jelas Menteri Transmigrasi.
Berbagai potensi ekonomi teridentifikasi secara konkret di sejumlah wilayah, mulai dari pertanian, sawit, sagu, perikanan, peternakan, energi terbarukan, hingga industri maritim. Setiap kawasan dinilai memiliki DNA ekonomi yang berbeda dan membutuhkan pendekatan kebijakan yang spesifik.
Berdasarkan simulasi lintas kampus, pengelolaan kawasan transmigrasi berbasis data berpotensi menarik investasi Rp180 triliun – Rp240 triliun dalam empat tahun ke depan. Termasuk meningkatkan nilai ekonomi kawasan hingga ratusan triliun rupiah per tahun.
“Transmigrasi bukan beban sosial. Transmigrasi adalah frontier ekonomi Indonesia. Ketika dikelola dengan data, sains, dan teknologi, hasilnya bisa dihitung (bernilai) dan dipercepat,” tegasnya.
Baca juga: Kementrans Manfaatkan Riset Ekspedisi Patriot untuk Transformasi Transmigrasi
Apresiasi terhadap Program Ekspedisi Patriot juga disampaikan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Satria.
Menurutnya, kolaborasi riset yang dilakukan Kementerian Transmigrasi merupakan langkah strategis dan patut diapresiasi karena menempatkan sains sebagai fondasi pembangunan kawasan.
“Ini menunjukkan bahwa berbagai kalangan dapat berkolaborasi untuk mengembangkan ekonomi kawasan transmigrasi. Dukungan layanan pendukung berbasis sains menjadi sangat penting. Saya melihat ini sebagai harapan baru bagi pengembangan transmigrasi berbasis sains yang harus diapresiasi,” tambahnya.
Ke depan, Kementerian Transmigrasi akan melanjutkan Program Transmigrasi Patriot melalui penguatan pendampingan kawasan, penyiapan proyek investasi, serta program Beasiswa Patriot yang menempatkan mahasiswa pascasarjana untuk kuliah langsung di kawasan transmigrasi.
Menteri Transmigrasi M Iftitah Sulaiman Suryanagara saat menutup rangkaian diseminasi hasil riset TEP hasil kolaborasi Kementerian Transmigrasi dengan tujuh perguruan tinggi nasional.