Daerah Penghasil Tembakau Minta Regulasi yang Sesuai Kondisi Lapangan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Nov 2025, 22:29
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi Tembakau Ilustrasi Tembakau (Indonesia.go.id)

Ntvnews.id, Jakarta - Wacana memasukkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ke dalam regulasi nasional kembali menuai penolakan dari sejumlah kepala daerah. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia dan justru dapat merugikan jutaan orang yang menggantungkan hidupnya pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kekhawatiran itu terutama muncul dari daerah-daerah penghasil tembakau seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang selama ini sangat bergantung pada sektor tersebut. Para kepala daerah menilai implementasi FCTC berpotensi mengganggu perekonomian lokal, mulai dari rantai produksi petani hingga pelaku UMKM dan pekerja sektor padat karya.

Bupati Temanggung, Agus Setyawan, menyoroti dampak regulasi ketat seperti PP Nomor 28 Tahun 2024 terhadap masyarakat petani. Temanggung dikenal sebagai salah satu sentra tembakau terbesar di Indonesia, sehingga kebijakan yang tidak berpihak dinilai bisa memukul seluruh ekosistem desa.

“Tembakau bukan masalah, tapi solusi bagi ekonomi desa. Kalau regulasi tidak berpihak, maka yang mati bukan hanya petaninya, tapi seluruh ekosistem sosial di bawahnya,” ujar Agus dalam keterangannya, Senin, 10 November 2025.

Baca Juga: Acset Indonusa Buka Suara Soal Dugaan Terima Dana Korupsi Tol MBZ Senilai Rp179,99 Miliar

Ia menegaskan bahwa tembakau telah menjadi penopang perekonomian desa selama bertahun-tahun. Namun, regulasi yang tumpang tindih dan tidak selaras justru membuat posisi petani semakin rentan.

“Petani ingin tetap hidup, bisa menanam, dan memberi kontribusi bagi ekonomi bangsa,” imbuhnya.

Agus juga mengkritik sejumlah kebijakan seperti PP 28/2024 maupun rancangan Permenkes yang dinilai belum mempertimbangkan kondisi riil petani di lapangan. Menurutnya, perdebatan soal tembakau bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan menyangkut keberlanjutan hidup masyarakat pedesaan.

Penolakan serupa disampaikan Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo. Situbondo, yang menjadi daerah penghasil tembakau terbesar ketiga di Jawa Timur dengan produksi mencapai 12.000 ton per tahun, disebut sangat bergantung pada sektor tersebut. Ia mempertanyakan arah kebijakan pemerintah pusat yang dianggap tidak konsisten.

Baca Juga: Wamenkop: 82 Ribu Kopdes Merah Putih Sudah Berbadan Hukum, Siap Jadi Penggerak Ekonomi Rakyat

“Posisi negara sebenarnya ada di mana? Apakah negara ingin mendukung industri ini, atau justru ingin menghapusnya? Sikap pemerintah selama ini tidak jelas, seperti dua arah yang berlawanan,” ungkap Yusuf.

Menurut Yusuf, industri tembakau berperan besar dalam membuka lapangan pekerjaan sekaligus menyokong pendapatan daerah. Ia menilai pembangunan di daerah dapat meningkat apabila sektor ini tidak terus dilemahkan.

“Tembakau bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari sumber penghidupan jutaan rakyat. Faktanya, ketika pembatasan diperketat, konsumsi rokok juga tidak menurun secara signifikan,” pungkasnya.

x|close