Hilirisasi Jadi Penopang Kekuatan Industri Nikel Indonesia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Nov 2025, 21:00
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pekerja menggunakan alat berat mengangkut biji nikel mentah di area stockpile PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Pekerja menggunakan alat berat mengangkut biji nikel mentah di area stockpile PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Harga nikel dunia mengalami tekanan sepanjang tahun 2025 akibat perlambatan ekonomi di Tiongkok serta meningkatnya pasokan dari produsen baru seperti Indonesia dan Filipina. Di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel sempat anjlok hingga kisaran 16.000 dolar AS per ton, turun dari posisi di atas 20.000 dolar AS per ton pada tahun sebelumnya.

Kondisi tersebut mempersempit margin produsen global, terutama karena permintaan dari sektor baja tahan karat di Tiongkok melemah dan rantai pasok baterai kendaraan listrik tengah menyesuaikan arah produksinya. Namun, di tengah tekanan global, industri nikel Indonesia justru menunjukkan ketahanan kuat berkat kebijakan hilirisasi dan konsolidasi produksi di bawah MIND ID Group.

Dua perusahaan besar milik negara, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), tetap mencatatkan hasil positif sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Secara total, keduanya memproduksi 68.755 ton nikel hingga akhir September 2025, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi itu terdiri atas 17.520 ton nikel dalam feronikel (TNi) milik ANTAM dan 51.235 ton nikel matte dari Vale Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy Policy (CEP) M. Kholid Syeirozi, keberhasilan tersebut tidak lepas dari kombinasi efisiensi perusahaan dan kebijakan hilirisasi pemerintah.

“Kinerja tambang, termasuk ANTAM, tumbuh positif karena gabungan perbaikan operasi perusahaan dan ekosistem hilirisasi. Ada kenaikan penjualan berkat meningkatnya permintaan smelter setelah larangan ekspor ore,” ujar Kholid dalam keterangannya, Kamis, 6 November 2025.

Ia menjelaskan, hilirisasi telah memberikan nilai tambah besar di tengah fluktuasi pasar global. “Industri nikel masih menghadapi risiko ketidakpastian global akibat oversupply yang menekan harga. Popularitas baterai LFP (lithium iron phosphate) dalam industri EV juga berpotensi menggerus pasar NCM (nickel cobalt manganese). Ini bisa mengancam ambisi Indonesia menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global,” jelasnya.

Kholid menilai bahwa arah hilirisasi harus ditingkatkan menuju industrialisasi berbasis nikel, seperti pengembangan produk turunan stainless steel dan bahan kimia industri, agar daya saing Indonesia tidak bergantung pada pasar baterai semata.

Dari sisi finansial, ANTAM mencatat penjualan bersih Rp72,03 triliun pada kuartal III-2025, melonjak 67 persen dibandingkan Rp43,20 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp6,61 triliun dari Rp2,23 triliun, sedangkan laba usaha meningkat menjadi Rp7,89 triliun dari Rp1,86 triliun.

Pertumbuhan tersebut turut disokong kontribusi PT Halmahera Persada Lygend (HPL), entitas asosiasi yang fokus pada hilirisasi nikel sulfat untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Proyek Smelter Feronikel Halmahera Timur (P3FH) yang ditargetkan rampung pada 2026 akan menambah kapasitas produksi hingga 13.500 ton nikel per tahun dan memperkuat rantai pasok baterai nasional.

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk mencatat pendapatan sebesar 705,4 juta dolar AS hingga September 2025, sedikit menurun dibanding 708,6 juta dolar AS tahun sebelumnya. Meski demikian, laba bersih naik menjadi 52,45 juta dolar AS dari 51,11 juta dolar AS pada 2024. Produksi nikel matte juga meningkat menjadi 51.235 ton dari 50.531 ton.

Vale kini memperkuat hilirisasi lewat tiga proyek besar di bawah Indonesia Growth Project (IGP), yang menjadi pilar utama pengembangan industri nikel nasional. Proyek pertama, IGP Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara—hasil kerja sama dengan Huayou dan Ford Motor Company—ditargetkan menghasilkan 120 ribu ton nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP), bahan utama baterai kendaraan listrik.

Proyek kedua, IGP Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah, difokuskan pada produksi nickel pig iron (NPI) sebanyak 73 ribu ton per tahun untuk mendukung industri baja tahan karat domestik. Adapun proyek ketiga, IGP Sorowako di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tengah mengembangkan teknologi HPAL untuk meningkatkan efisiensi pengolahan nikel matte dari tambang eksisting.

Ketiga proyek tersebut ditargetkan beroperasi penuh antara 2026 hingga 2028 dan menjadi bagian penting dari rantai hilirisasi yang dibangun MIND ID. Dengan sistem bisnis terpadu dari hulu ke hilir—mulai dari penambangan, pengolahan feronikel, hingga bahan baku baterai listrik—MIND ID berperan strategis dalam mendukung kebijakan hilirisasi nasional sekaligus transisi energi.

“MIND ID punya peran strategis sebagai agregator yang menyeimbangkan rantai pasok dan permintaan untuk menjaga siklus pasar. Holding tambang ini harus mampu mengantisipasi dua penyakit mekanisme pasar, baik oversupply maupun less demand, misalnya lewat kebijakan kuota produksi dan diversifikasi produk smelter,” pungkas Kholid.

x|close