Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menanti kejelasan detail tarif ekspor produk tambang, terutama tembaga, ke pasar Amerika Serikat.
“Detailnya belum tahu. Tapi tadi dipuji (oleh Presiden AS Donald Trump) bahwa tembaga di Indonesia itu kualitasnya bagus,” ujar Tony ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyebut Indonesia sebagai negara penghasil tembaga berkualitas tinggi, seiring dengan pengumuman penurunan tarif balasan dari 32 persen menjadi 19 persen.
“19 persen itu sudah pasti lebih bagus dari 32 persen. Tapi ini masih belum final. Mudah-mudahan bisa turun lagi,” katanya.
Menanggapi pernyataan Trump serta peluang peningkatan kapasitas produksi tembaga untuk pasar AS, Tony menyebut hal tersebut kemungkinan besar belum bisa direalisasikan.
“Di tambang tidak bisa, ketika ada permintaan kita menaikkan kapasitas produksi. Tidak bisa seperti itu karena rencana induk (main plan) kita sudah terencana dengan baik dengan memerhatikan daya dukung lingkungan, safety, ketersediaan, dan lain sebagainya,” kata Tony.
“Dan ini sudah direncanakan lama, tidak seperti manufacturing yang bisa (meningkatkan produksi menyusul banyaknya permintaan). Karena bahan baku kita dari dalam tanah, jadi memang harus sesuai dengan rencana, ditambang secara sequence,” ucapnya.
Menanggapi pertanyaan soal dampak kebijakan tarif terhadap perdagangan tembaga ke AS, Tony menegaskan bahwa selama ini Amerika Serikat bukanlah pasar ekspor utama bagi Freeport.
Baca juga: Freeport Buka Jalan Musisi Muda Papua ke Panggung Dunia
“Kami sih selama ini tidak pernah jual ke Amerika ya. Selama ini ekspor itu sebagian besar ke China,” katanya.
Selain itu, Tony juga mengungkapkan bahwa belum ada rencana untuk mengalihkan pasar utama dari China ke Amerika Serikat.
“Untuk memindahkan pasar? Kalau ke Amerika itu jauh, (butuh waktu pengiriman) 45 hari. Sementara kalau ke China itu cuma 7 hari pengapalan, dan China mengkonsumsi 50 persen dari copper di dunia ini,” kata Tony.
“Untuk memindahkan pasar? Kalau ke Amerika itu jauh, (butuh waktu pengiriman) 45 hari. Sementara kalau ke China itu cuma 7 hari pengapalan, dan China mengkonsumsi 50 persen dari copper di dunia ini,” ucap Tony.
“Jadi, ya, maksudnya kenapa harus pindah, gitu kan? Tapi intinya adalah kalau kita namanya international trade, trade is borderless, ya, kan? Di mana ada market ya di situ (kita masuk),” lanjutnya.
Baca juga: Trump Kasih Tarif Impor ke RI 19 Persen, Lebih Rendah dari Vietnam dan Malaysia
(Sumber: Antara)