KPAI Ingatkan Bahaya Bullying pada Anak: Picu Trauma hingga Kematian

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Des 2025, 18:30
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hj. Margaret Aliyatul Maimunah. Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hj. Margaret Aliyatul Maimunah. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),  Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa praktik perundungan atau bullying terhadap anak merupakan persoalan serius yang harus segera dihentikan karena berdampak besar terhadap keselamatan fisik, kesehatan mental, hingga masa depan anak.

“Belakangan ini kita sering disuguhi berbagai pemberitaan tentang kasus bullying yang dialami anak-anak kita. Bentuknya sangat beragam dan semuanya berbahaya,” ujar Margaret, Senin, 15 Desember 2025. 

Margaret menjelaskan, perundungan dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Pertama, bullying fisik, seperti menendang, memukul, atau meninju, yang menyebabkan penderitaan dan luka pada korban. Dalam sejumlah kasus ekstrem, kekerasan fisik bahkan berujung pada kematian anak.

Kedua, bullying verbal, berupa hinaan, ejekan, atau kata-kata merendahkan yang melukai kondisi psikologis korban. Ketiga, bullying sosial, yakni tindakan mengucilkan, mengajak teman lain untuk tidak bergaul, atau memutus relasi sosial korban. Selain itu, terdapat pula cyber bullying yang dilakukan melalui media digital atau platform daring.

Menurut Margaret, dampak perundungan tidak hanya bersifat sementara.

“Dampak psikologis bullying bisa dialami anak hingga bertahun-tahun. Ada anak yang dibully saat kecil, tetapi trauma, ketakutan, stres, bahkan depresi itu terbawa sampai dewasa,” katanya.

Ia menambahkan, dalam kondisi tertentu, korban perundungan dapat kehilangan harapan hidup dan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Di sisi lain, ada pula korban yang terdorong untuk membalas dengan cara-cara ekstrem.

Margaret menyinggung beberapa kasus tragis, seperti peristiwa di SMAN 72 Jakarta 9dan kasus di Aceh, di mana korban bullying melakukan tindakan berbahaya sebagai bentuk pelampiasan luka psikologis.

Selain berdampak pada korban, Margaret menegaskan bahwa perundungan juga memiliki konsekuensi hukum serius bagi pelaku. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak secara tegas melarang segala bentuk kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

“Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan tidak boleh ada praktik kekerasan dalam bentuk apa pun di lingkungan pendidikan. Pelaku bisa dikenai sanksi pidana. Jika korban sampai meninggal dunia, ancaman hukumannya bisa mencapai 15 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar,” tegasnya.

Oleh karena itu, Margaret mengajak seluruh elemen—orang tua, pendidik, dan anak-anak—untuk bersama-sama menghentikan praktik perundungan. Ia menekankan pentingnya membangun budaya kasih sayang, saling menghargai, dan saling menghormati di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

Ia juga mendorong korban maupun saksi untuk tidak diam.

“Jika mengalami atau melihat bullying, laporkan. Pelaporan sangat penting untuk menghentikan praktik perundungan agar tidak terus berulang dan menimpa anak-anak lainnya,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Margaret berharap kesadaran bersama dapat mencegah perundungan sejak dini dan menciptakan lingkungan yang aman serta ramah bagi tumbuh kembang anak Indonesia.

x|close