Guru Besar IPB: Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Akibat Aktivitas Manusia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 5 Des 2025, 10:55
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu, 29 November 2025. ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am. Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu, 29 November 2025. ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am. (Antara)

Ntvnews.id, Kota Bogor - Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, MAgr, menyatakan tumpukan kayu gelondongan yang ditemukan di lokasi bencana longsor dan banjir bandang di Sumatera menunjukkan indikasi keterlibatan aktivitas manusia.

Prof. Bambang, yang juga Kepala Pusat Studi Bencana IPB University, menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak sepenuhnya dapat dijelaskan sebagai kayu lapuk atau akibat runtuhan alami, menurut informasi dari IPB University, Kota Bogor, Jumat, 5 Desember 2025.

Dalam penjelasannya, Prof. Bambang mengaitkan temuan ini dengan kasus serupa yang pernah ditangani beberapa tahun lalu di kawasan lindung Sumatra Utara. Ia menjelaskan bahwa hutan sehat memiliki struktur tajuk rapat dan bertingkat, sehingga mampu memecah dan menahan laju air hujan.

"Walaupun ada air, dia tidak langsung ke permukaan. Dia jatuh di tajuk, pecah, kemudian sebagian mengalir melalui batang atau stem flow," katanya.

Prof. Bambang menambahkan bahwa tumbuhan bawah dan serasah juga berperan penting dalam menyerap air dan menjaga kestabilan ekosistem hutan. Lapisan vegetasi berjenjang, dari tajuk atas hingga vegetasi bawah, merupakan sistem penyangga alami yang menjaga keseimbangan lingkungan.

Baca Juga: Menhut Dalami Asal Kayu Gelondongan yang Terseret Banjir Sumatera

"Tuhan menciptakan ini tentu saja untuk kebaikan manusia dan lingkungannya," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa tumbangnya satu atau dua pohon dalam kondisi alami bukan ancaman bagi ekosistem.

"Pohon ini, ya, kalaupun tumbang, itu tidak banyak. Paling hanya satu, dua, dan itu alami," jelas Prof. Bambang.

Sistem perakaran pohon tua yang kuat membuat hutan tetap stabil, dan ketika satu pohon tumbang, ruang kosong tersebut segera diisi oleh regenerasi spesies baru.

Baca Juga: Kapolri Ungkap Ada Bekas Potongan Gergaji Besi di Kayu Gelondongan Banjir Sumatera

Namun, masalah muncul ketika aktivitas pembalakan liar memasuki kawasan hutan. Gangguan pada vegetasi mengurangi kerapatan tajuk dan membuka celah yang memicu perubahan drastis dalam aliran air serta kestabilan tanah.

"Pada kondisi seperti ini, ketika pembalakan liar masuk, maka celah antara tajuk semakin terbuka," katanya.

Menurut Prof. Bambang, hilangnya fungsi tajuk membuat air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah tanpa proses pemecahan alami, sehingga erosi lebih cepat dan risiko longsor meningkat.

"Kayu-kayu besar yang ditemukan pasca-bencana merupakan konsekuensi dari kerusakan lapisan-lapisan vegetasi akibat aktivitas manusia tersebut," tegasnya.

(Sumber: Antara) 

x|close