Ntvnews.id, Jakarta - Detail mengejutkan kembali terungkap setelah seorang turis muda meninggal dunia dan sepuluh orang lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat dugaan keracunan massal di sebuah hostel pesta di Bali. Turis asal Tiongkok, Deqing Zhuoga (25), kolaps di Clandestino Hostel, Canggu, yang menawarkan kamar seharga Rp150 ribu per malam, hanya beberapa hari setelah kamar-kamar asrama disemprot pestisida untuk mengatasi wabah kutu kasur.
Menurut laporan Daily Mail, dikutip Jumat, 21 November 2025, staf hostel awalnya membawa Deqing ke dokter. Namun setelah mengeluhkan biaya pengobatan, ia memilih kembali ke kamarnya. Polisi Bali menyebut ia kemudian meninggal seorang diri.
Kepala Unit Investigasi Polres Badung, Inspektur Pertama Azarul Ahmad, mengatakan bahwa resepsionis hostel, Maria Gores, sempat memeriksa kondisi Deqing menjelang akhir shift pada tengah malam dan terkejut melihat kondisinya. Ia lalu memanggil petugas keamanan untuk membantu mengangkat korban ke taksi dan mendampinginya ke klinik terdekat.
Baca Juga: Pilu, Turis Tewas Setelah Tertinggal dari Kapal
“Dokter memberikan perawatan awal tetapi, karena tidak ada biaya, hanya meresepkan obat,” kata Ahmad.
"Mereka membeli obat di apotek dekat klinik dan kembali ke hostel," tambahnya.
Deqing kembali ke ranjangnya sekitar pukul 01.30 dini hari, namun baru keesokan paginya resepsionis siang Eka Ayu menyadari bahwa ia belum melakukan check-out.
“Dia mengetuk pintu. Setelah dibuka, resepsionis menemukan korban dalam posisi telungkup,” ujar Ahmad.
"Manajer memeriksa denyut nadi, tetapi tidak ada napas," tambahnya.
Polisi menemukan muntahan di dalam tong sampah di samping tempat tidur. Deqing diperkirakan sudah meninggal antara dua hingga 12 jam sebelum ditemukan. Di samping tubuhnya yang setengah telanjang dan hanya mengenakan kemeja biru tidak terkancing, terdapat pemutar musik dengan earphone dan sandal.
Clandestino Hostel di Canggu yang seharga $9 per malam telah menerima banyak keluhan tentang kutu busuk (Daily Mail)
Autopsi oleh Dr. Marcell menunjukkan kematiannya kemungkinan dapat dicegah jika ditangani secara medis secara tepat.
Sementara itu, keluarga dan teman Deqing sebelumnya telah berulang kali meminta bantuan melalui media sosial karena kehilangan kontak dengannya selama beberapa hari. Dalam unggahan pencarian orang hilang di salah satu grup Facebook di Bali, seorang teman menulis:
“Keluarganya sangat khawatir dan sangat membutuhkan informasi apa pun tentang dirinya. Deqing terakhir terlihat di Ubud, Bali. Sejak 30 Agustus, keluarganya sudah tidak bisa menghubunginya.
Jika Anda melihat Deqing atau mengetahui keberadaannya, mohon hubungi kami.”
Namun, saat unggahan tersebut dibuat pada 9 September, Deqing sebenarnya sudah meninggal setidaknya satu minggu.
Rekan sekamarnya, Leila Li, selamat setelah dirawat di ICU selama lima hari–dan baru mengetahui kabar kematian sahabatnya setelah dipulangkan dari rumah sakit. Ia mendesak hostel segera ditutup hingga penyelidikan tuntas.
“Mereka mencoba menutup-nutupi dan saya hanya ingin memperingatkan agar hal seperti ini tidak terjadi pada orang lain,” kata Li kepada Daily Mail.
“Lebih dari 20 orang mengalami keracunan massal, setidaknya sepuluh dalam kondisi kritis, dan satu orang meninggal.
Dan sampai sekarang orang masih menginap di sana dan jatuh sakit," katanya.
Baca Juga: Turis Tewas Setelah Terjatuh di Tempat Bersejarah
Li menginap pada 31 Agustus dan menghadiri makan malam bersama tamu lainnya, di mana ia pertama kali bertemu Deqing. Beberapa jam kemudian keadaan berubah kacau: banyak tamu muntah hebat, tumbang di koridor, dan meminta pertolongan medis.
Keesokan paginya, gejala menyebar ke lebih banyak tamu sehingga beberapa di antaranya dilarikan ke berbagai pusat medis dan RS BIMC. Li mengatakan saat ia dibawa dengan ambulans, kondisi Deqing sudah sangat lemah dan hanya bisa berbaring di ranjang sambil muntah selama berjam-jam.
“Saya meminta bantuan dan dibawa ke pusat medis tiga kali hingga akhirnya mereka memanggil ambulans,” ujarnya.
“Saya mengirim pesan ke (Deqing) dari rumah sakit untuk memintanya ikut berobat, tetapi ia tidak pernah membalas," ucap Li.
Penyebab kematian Deqing tercatat sebagai gastroenteritis akut dan syok hipovolemik, namun sumber pasti keracunan belum dikonfirmasi. Meski awalnya diduga akibat makanan dari makan malam bersama, Li mengatakan hasil pemeriksaan rumah sakit mengungkap hal yang lebih serius.
“Dokter saya memastikan itu keracunan pestisida dan keracunan makanan,” ujarnya.
“Saya ke pusat medis tiga kali dan setiap kali kondisi saya membaik, tetapi ketika saya kembali ke kamar untuk istirahat gejalanya muncul lagi," tambahnya.
Clandestino Hostel di Canggu yang seharga $9 per malam telah menerima banyak keluhan tentang kutu busuk (Daily Mail)
Li menambahkan bahwa saat makan malam, Deqing sempat menceritakan bahwa asrama di samping kamar mereka ditutup untuk fumigasi usai wabah kutu kasur. Ia, bersama tamu lainnya seperti pelancong Jerman Melanie Irene dan Alisa Kokonozi, warga Arab Saudi Alahmadi Yousef Mohammed, tamu Filipina Cana Clifford Jay, dan wisatawan Tiongkok Leslie Zhao, tercatat sebagai korban dalam laporan resmi Polsek Kuta.
Inspektur Ahmad memastikan penyelidikan lanjutan akan dilakukan mengingat banyaknya tamu yang mengalami gejala serupa. Namun Li menilai prosesnya terlalu lambat dan khawatir ada korban tambahan.
Ia juga mengaku telah menghubungi Booking.com dan Agoda bersama korban lain untuk meminta hostel dihapus dari daftar, namun permintaan itu disebut tak mendapat respons.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, mengirim email dengan surat keterangan rumah sakit, memberikan banyak bukti tetapi hostel itu tidak dihapus dari listing,” ujarnya.
Turis Tiongkok, Deqing Zhuoga, 20, pingsan di Clandestino Hostel Canggu yang bertarif $9 per malam setelah jatuh sakit parah hanya beberapa hari setelah asrama tersebut diasapi karena wabah kutu busuk. (Daily Mail)