Ntvnews.id, Jakarta - Hakim Ketua Sunoto mengemukakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat terkait putusan dalam perkara dugaan korupsi proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untuk periode 2019–2022.
Dalam pandangannya, tindakan tiga terdakwa dalam kasus tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang dinilai tidak optimal namun tetap diambil dengan itikad baik. Menurutnya, keputusan tersebut masuk dalam perlindungan Business Judgement Rule dan tidak ditemukan niat jahat untuk merugikan negara.
“Pertanggungjawaban yang tepat atas keputusan bisnis tersebut adalah melalui mekanisme gugatan perdata, sanksi administratif, dan perbaikan sistem tata kelola perusahaan,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan pendapatnya dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 20 November 2025.
Ketiga terdakwa dalam perkara itu adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono.
Sunoto menegaskan bahwa sanksi pidana merupakan ultimum remedium atau langkah terakhir yang hanya dapat diterapkan jika terbukti adanya unsur tindak pidana dan niat jahat. Ia menilai pemidanaan terhadap para terdakwa dalam kondisi seperti ini berpotensi berdampak besar terhadap dunia usaha, khususnya bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia menambahkan bahwa para direktur nantinya bisa menjadi enggan mengambil keputusan bisnis yang mengandung risiko, meskipun keputusan tersebut dibutuhkan untuk pengembangan perusahaan.
“Profesional-profesional terbaik akan berpikir berkali-kali untuk menerima posisi kepimpinan di BUMN karena khawatir setiap keputusan bisnis yang tidak optimal dapat dikriminalisasi,” tuturnya.
Sunoto berargumen bahwa hal semacam itu justru akan merugikan kepentingan nasional karena BUMN dituntut memiliki keberanian dalam berorganisasi dan berkembang agar dapat bersaing secara global.
Baca Juga: 3 Pejabat PT ASDP Dituntut Hingga 8,5 Tahun Penjara dalam Kasus Akuisisi PT JN
Karena itu, menurut Sunoto, meskipun tindakan para terdakwa terbukti dilakukan, unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam dakwaan tidak terpenuhi secara meyakinkan.
“Maka berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag van rechtsvervolging,” ucapnya.
Dalam perkara ini, majelis hakim tetap menjatuhkan vonis bahwa ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama yang menyebabkan kerugian negara Rp1,25 triliun. Perbuatan tersebut dilakukan melalui kemudahan pelaksanaan kerja sama operasi (KSO) antara PT ASDP dan PT Jembatan Nusantara (JN), sehingga menguntungkan Adjie selaku pemilik manfaat PT JN.
Atas putusan tersebut, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan serta denda Rp500 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan. Sementara itu, Yusuf Hadi dan Harry Muhammad masing-masing dijatuhi pidana penjara 4 tahun serta denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Ketiganya dinyatakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)
Hakim Ketua Sunoto dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim terkait kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 20 November 2025. ANTARA/Agatha Olivia Victoria. (Antara)