Ntvnews.id, Beijing - Kementerian Luar Negeri China mengecam pernyataan bersama para menteri luar negeri negara-negara G7 terkait isu Taiwan dan Laut China Selatan, dengan menyebutnya sebagai tindakan yang merusak reputasi Beijing.
"Pernyataan bersama tersebut sekali lagi merupakan penggambaran fakta yang salah, pencemaran nama baik yang disengaja terhadap China dan campur tangan yang sangat besar dalam urusan dalam negeri China. China menyesalkan dan menentang hal tersebut," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, sebagaima dikutip dari Xin Hua, Jumat, 14 November 2025.
Para menlu G7, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan perwakilan Uni Eropa mengeluarkan pernyataan setelah pertemuan mereka di Niagara, Kanada, pada 11–12 November 2025. Pernyataan itu menyinggung isu keamanan Indo-Pasifik, termasuk Taiwan, Laut China Selatan, serta situasi Ukraina.
Menanggapi hal tersebut, Lin Jian menegaskan bahwa “Persoalan Taiwan adalah urusan internal China. Bagaimana menyelesaikan persoalan Taiwan adalah urusan rakyat China yang tidak menoleransi campur tangan eksternal.”
Ia juga menyebut bahwa kondisi di Laut China Timur dan Laut China Selatan pada umumnya tetap kondusif dan terkendali.
Baca Juga: Inggris dan Kanada Jadi Negara G7 Pertama yang Akui Palestina
"G7 harus berhenti menggunakan isu-isu maritim untuk memicu perselisihan, meningkatkan ketegangan, dan merusak perdamaian dan stabilitas regional," tegasnya.
Terkait konflik Ukraina, Lin Jian menyatakan bahwa China bersikap transparan dan tidak memihak.
"China tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak mana pun yang berkonflik dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan tujuan ganda. Kami tidak pernah menerima tuduhan G7 yang tidak berdasar atau mengalihkan kesalahan," katanya.
Bendera Kelompok G7, terdiri dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia dan Jepang. (ANTARA)
Ia menambahkan bahwa dalam isu perdamaian dan keamanan global, China memiliki rekam jejak terbaik karena tetap berpegang pada prinsip pembangunan damai serta pertahanan nasional yang bersifat defensif.
“Cina selalu menjaga kekuatan nuklirnya pada tingkat minimum yang dipersyaratkan oleh keamanan nasional. G7 menutup mata terhadap tanggung jawab pelucutan senjata nuklir khusus dan utama AS serta risiko proliferasi nuklir dari AUKUS, sementara mengarahkan masalah ini ke China,” ujar Lin Jian.
Mengenai kebijakan perdagangan, ia menegaskan bahwa seluruh langkah China untuk memperkuat sistem pengendalian ekspor sesuai dengan norma internasional serta dimaksudkan untuk menjaga stabilitas global.
"Apa yang disebut 'kelebihan kapasitas China' dan 'praktik non-pasar' telah terbukti salah berdasarkan fakta dan sama sekali tidak berdasar. G7 harus berhenti mempolitisasi dan menjadikan isu perdagangan sebagai senjata agar tidak mengganggu tatanan ekonomi internasional serta rantai industri dan pasokan global," tutur Lin Jian.
Baca Juga: Kedubes China di Inggris Kecam Pernyataan G7 Soal Hong Kong
Dalam pernyataannya, G7 menolak setiap upaya sepihak mengubah “status quo”, terutama melalui kekerasan atau paksaan, baik di Laut China Timur maupun Laut China Selatan. Mereka juga mengkritik penggunaan manuver berbahaya, meriam air, dan upaya membatasi kebebasan navigasi di kawasan tersebut.
G7 kembali menegaskan bahwa putusan Arbitrase 12 Juli 2016 merupakan tonggak penting yang mengikat para pihak, dan menyerukan pentingnya menjaga stabilitas di Selat Taiwan. Mereka juga menyatakan dukungan bagi partisipasi Taiwan yang bermakna dalam organisasi internasional yang relevan.
Selain itu, G7 mengungkapkan kekhawatiran terhadap peningkatan kapabilitas militer dan nuklir China serta mendesak Beijing meningkatkan transparansi. Mereka juga menyoroti penggunaan praktik non-pasar oleh Beijing yang dinilai mengganggu rantai pasokan mineral penting global.
Terakhir, G7 mengutuk dukungan militer Korea Utara dan Iran terhadap Rusia, serta menuding China turut berperan dengan menyediakan senjata dan komponen penggunaan ganda yang memperkuat kemampuan perang Rusia.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (3/3/2025). (Antara)