Ntvnews.id, Jakarta - Tayangan pada program Trans7 yang dianggap melecehkan kiai dan pondok pesantren (ponpes), kembali dilaporkan ke polisi. Kali ini laporan dibuat oleh para alumni ponpes ke Polda Metro Jaya. Laporan teregister dengan nomor: LP/B/7378/X/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Sebelumnya, perkara yang sama juga dilaporkan PBNU ke Bareskrim Polri.
"Kami datang (ke Polda Metro Jaya) mencari keadilan dan menuntut agar supaya Trans7 itu bertanggung jawab, atas kelakuannya yang sudah meresahkan bahkan mengusik ketenangan masyarakat Indonesia, terutama pondok pesantren, ulama dan santri," ujar pelapor yang merupakan Ketua Persatuan Alumni dan Simpatisan Pondok Pesantren Bustanul Ulum (Prabu), Mudassir, Rabu, 15 Oktober 2025 malam.
Menurut dia, laporan polisi terhadap Trans7 dilakukan agar kejadian serupa tak terulang di kemudian hari.
"Agar adanya efek jera kepada Trans7," ucapnya.
Bukan cuma itu, mereka juga menuntut stasiun televisi swasta itu ditutup. Pemerintah diminta mencabut izin penyiarannya.
"Kami menuntut agar supaya Trans7 itu ditutup. Dicabut saja izinnya. Itu sadis pak, bagi, Trans7 itu sadis. Sudah memfitnah dan lain sebagainya," kata Mudassir.
Adapun narasi atau ucapan pada tayangan Xpose Uncescored pada Trans7 yang dipersoalkan pihak pelapor sebagai berikut:
Bukan hanya santri anak-anak, tapi yang udah bapak-bapak pun ketemu kiai masih ngesot, mencium tangan, dan mencengangkan ternyata yang ngesot itulah ngasih amplop. Netizen pun curiga, ini bisa jadi sebabnya sebagian kiai makin kaya raya.
"Ucapan tersebut jelas merupakan bentuk dugaan penghinaan dan fitnah yang mencederai kehormatan para santri dan kiai. Serta menyudutkan tradisi penghormatan santri kepada kiai yang merupakan bagian dari nilai-nilai luhur pesantren dan pendidikan Islam," ujar kuasa hukum Prabu, Elmanta Sitepu.
Lebih lanjut, pihaknya menghargai dan mengapresiasi pihak Trans7 yang sudah meminta maaf atas perbuatannya. Tapi, kata Mudassir, proses hukum harus tetap berlanjut.
"Saya mengapresiasi Trans7 telah meminta maaf, namun hukum tetap berjalan. Kenapa harus tetap berjalan? Karena seperti yang saya katakan, dimaaf iya, dilupa tidak," tuturnya.
Dalam kasus ini, pelapor menjerat terlapor dengan Pasal 28 (2) juncto Pasal 45A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan atau Pasal 156 KUHP. Walau begitu, terlapor dalam hal ini masih dalam penyelidikan.