Ntvnews.id, Jakarta - Polda Metro Jaya disebut salah tangkap WFT, pemuda asal Minahasa, Sulawesi Utara, yang mengaku sebagai hacker yang terkenal dengan nama Bjorka. Hal itu dibuktikan, dengan dibocorkannya 341 ribu data pribadi anggota Polri oleh hacker yang mengaku Bjorka sesungguhnya.
Polda Metro lantas merespons tudingan salah tangkap tersebut.
"Kan sudah saya sampaikan, Wadirsiber juga sampaikan, everybody can be anybody di internet, siapa pun bisa jadi siapa saja di internet," ujar Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, Senin, 6 Oktober 2025.
"Bisa saja ada yang mengakui Bjorka-bjorka lain atau ini, lagi didalami apakah Bjorka ini dengan identik dengan Bjorka yang sebelumnya kan juga akan didalami," imbuhnya.
Menurut dia, saat ini Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya juga masih mendalami jejak digital WFT yang mengaku sebagai sosok Bjorka tersebut.
Baca Juga: Bjorka Klaim Masih Bebas, Kini Ancam Bocorkan Data Badan Gizi Nasional
"Karena yang berhasil ditangkap ini kan sudah beberapa kali juga mengubah nama di dark web," kata dia.
Selain itu Polda Metro bakal mendalami soal dugaan peretasan data pribadi anggota Polri yang dilakukan sosok Bjorka asli.
"Itu kita dalami lagi," ucapnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap hacker bernama Bjorka. Pelaku ialah pemuda asal Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) berinisial WFT (22). Dalam aksinya, tersangka bisa meraup uang puluhan juta dari hasil penjualan data ilegal di dark web. WFT diduga bertransaksi data ilegal di dark web sejak tahun 2020.
WFT aktif di dark web dengan username Bjorka. Ia sempat berganti username menjadi SkyWave, ShinyHunter, hingga Opposite6890 guna menyamarkan aksinya.
WFT mengklaim mendapatkan data institusi luar negeri ataupun dalam negeri, perusahaan kesehatan hingga perusahaan swasta untuk diperjualbelikan. Fian mengatakan WFT diduga menjual dan bertransaksi dengan mata uang kripto.
Ia saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. WFT dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara.