Pakar Internasional Sebut Indonesia Perlu Perkuat Resiliensi Siber dan Diplomasi Digital

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Okt 2025, 16:47
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pakar psikologi siber internasional Profesor Mary Aiken menekankan bahwa Indonesia perlu memperkuat resiliensi siber dan mengambil peran aktif dalam diplomasi digital di kawasan Asia Tenggara untuk menghadapi meningkatnya ancaman serangan siber lintas batas. Pakar psikologi siber internasional Profesor Mary Aiken menekankan bahwa Indonesia perlu memperkuat resiliensi siber dan mengambil peran aktif dalam diplomasi digital di kawasan Asia Tenggara untuk menghadapi meningkatnya ancaman serangan siber lintas batas. (Istimewa)

Ntvnews.id, Riyadh - Pakar psikologi siber internasional Profesor Mary Aiken menekankan bahwa Indonesia perlu memperkuat resiliensi siber dan mengambil peran aktif dalam diplomasi digital di kawasan Asia Tenggara untuk menghadapi meningkatnya ancaman serangan siber lintas batas.

“Konflik siber jarang menghormati perbatasan. Serangan ransomware atau kampanye malware yang diluncurkan di satu teater bisa dengan mudah menyebar ke negara lain,” kata Aiken dalam wawancara di sela Global Cybersecurity Forum 2025, Riyadh, Arab Saudi, Rabu, 2 Oktober 2025.

Menurut Aiken, Indonesia dengan populasi besar dan tingkat digitalisasi yang pesat menjadi salah satu target potensial dalam operasi siber maupun penyebaran disinformasi.

Baca Juga: Menkum: Pemerintah Masih Susun Draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

“Kesalahpahaman berkembang di tempat kepercayaan rendah dan literasi digital yang lemah. Disinformasi adalah senjata, bukan mesin. Indonesia harus berusaha melindungi keduanya—sistem digital dan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

Investasi Kebersihan Siber

Aiken menegaskan pentingnya investasi dalam kebersihan siber secara menyeluruh. “Untuk Indonesia, itu berarti membangun kesadaran dari tingkat pemerintah, infrastruktur kritikal, hingga penduduk biasa,” katanya.

Ia menambahkan bahwa resiliensi tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga menyangkut transparansi, kerja sama lintas sektor, dan kepercayaan publik. “Eropa telah menunjukkan bahwa keberanian memerlukan kebijakan teknologi sekaligus kebijakan masyarakat,” kata pakar asal Irlandia tersebut.

Diplomasi Siber

Selain penguatan di dalam negeri, Aiken menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran di tataran internasional.

“Diplomasi siber adalah diplomasi baru, dan Indonesia memiliki kredibilitas untuk memimpin Asia Tenggara serta ikut membentuk norma global dalam isu-isu seperti kedaulatan data dan penanggulangan kejahatan siber,” ujarnya.

Baca Juga: Serangan Siber Serang Bandara-bandara di Eropa!

Dalam konteks Asia, Aiken mengingatkan bahwa operasi siber dapat dengan cepat bereskalasi jika tidak ada kerja sama regional. Oleh karena itu, ia mendorong Indonesia untuk aktif dalam dialog keamanan regional yang memasukkan agenda resiliensi siber.

Relevansi di Indonesia

Ancaman yang disampaikan Aiken relevan dengan kondisi di Indonesia. Beberapa kali serangan siber menimpa institusi penting, termasuk kebocoran data pribadi masyarakat, gangguan sistem layanan publik, hingga serangan ransomware terhadap sektor swasta.

Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sepanjang 2024 tercatat ratusan juta upaya serangan siber yang mengincar Indonesia. Situasi tersebut menunjukkan perlunya langkah sistematis dan berkesinambungan untuk memperkuat keamanan digital nasional.

“Serangan siber tidak menyebabkan kerusakan fisik seperti perang, tetapi mereka bisa menghentikan ekonomi, mematikan layanan kritis, dan menghancurkan kepercayaan masyarakat,” kata Aiken menekankan.

Pentingnya Kolektivitas

Aiken menutup dengan menggarisbawahi pentingnya kerja kolektif. “Pembangunan resiliensi siber harus menjadi bagian dari dialog keamanan regional. Konflik siber tidak bisa menghancurkan bangunan, tetapi dapat menghentikan masyarakat. Itulah mengapa kerja sama Asia sangat penting,” katanya.

x|close