Ntvnews.id, Filipina - Topan super Ragasa yang sebelumnya memaksa ribuan warga Filipina mengungsi dan menewaskan sedikitnya tiga orang, kini bergerak menuju Hong Kong, wilayah selatan Tiongkok, dan Taiwan. Warga di kawasan tersebut tengah bersiap menghadapi cuaca ekstrem.
Di Hong Kong, pemerintah memperingatkan adanya “ancaman serius” dari Topan Ragasa, bahkan membandingkannya dengan badai terkuat dalam sejarah terbaru kota itu.
“Ragasa akan menimbulkan ancaman serius bagi Hong Kong, yang bisa menyamai tingkat kerusakan Hato pada 2017 dan Mangkhut pada 2018,” kata Eric Chan, pejabat nomor dua Hong Kong pada Senin, 22 September 2025 waktu setempat.
Menurut badan cuaca Hong Kong, Ragasa menghasilkan angin dengan kecepatan maksimum 220 km/jam saat melintasi Laut Cina Selatan pada Selasa pagi, 23 September 2025. Bandara Hong Kong tetap beroperasi, tetapi pihak otoritas memperingatkan adanya “gangguan signifikan” pada penerbangan mulai pukul 18.00 waktu setempat hingga keesokan harinya, termasuk pembatalan lebih dari 500 penerbangan Cathay Pacific.
Baca Juga: KKP Serahkan Dua WNA Filipina dan Barang Bukti Kapal Ilegal ke Kejaksaan
Reporter Al Jazeera, Laura Westbrook, melaporkan dari Hong Kong bahwa prakiraan cuaca menunjukkan kondisi akan “memburuk dengan cepat” pada Selasa, 23 September 2025. Ia menambahkan, “Sinyal badai diperkirakan naik ke level delapan, yang berarti banyak bisnis akan tutup, begitu juga dengan transportasi. Warga sudah mempersiapkan diri, mereka menimbun makanan dan memastikan persediaan cukup untuk dua hari ketika kota ini berhenti beroperasi.”
Sementara itu di Taiwan, badan cuaca nasional memprediksi “hujan sangat deras” di wilayah timur negara itu.
“Radius badai ini cukup besar, sekitar 320 kilometer. Meski pusat topan masih agak jauh, angin kencang dan sirkulasi luar sudah memengaruhi sebagian Taiwan,” kata pernyataan resmi.
Di Shenzhen, pusat teknologi Tiongkok bagian selatan, pemerintah merencanakan evakuasi sekitar 400.000 orang, termasuk warga di daerah rendah dan rawan banjir. Bandara Shenzhen juga akan menghentikan penerbangan mulai Selasa malam. Badan Meteorologi Nasional Tiongkok memperkirakan Ragasa akan mendarat di wilayah pesisir antara kota Shenzhen dan Kabupaten Xuwen di Provinsi Guangdong pada Rabu, 24 September 2025.
Protes Banjir di Filipina
Di Filipina, Ragasa—dikenal lokal sebagai Nando—memaksa evakuasi sejumlah desa di utara negara itu pada Senin, sehari setelah ribuan orang turun ke jalan memprotes dugaan korupsi proyek pengendalian banjir yang dianggap tidak ada wujudnya.
Baca Juga: Ribuan Demonstran Bentrok dengan Polisi di Filipina, Bendera One Pice Berkibar
Sedikitnya tiga orang tewas dan lima lainnya hilang akibat banjir serta longsor, menurut pejabat penanggulangan bencana dan pemerintah daerah. Presiden Ferdinand Marcos Jr menghentikan aktivitas pemerintahan dan kegiatan sekolah di ibu kota Manila serta 29 provinsi di Luzon utara.
Listrik padam di Pulau Calayan dan seluruh Provinsi Apayao. Badai dengan kecepatan angin hingga 295 km/jam merusak bangunan serta memaksa 8.200 warga Cagayan dan 1.220 warga Apayao mengungsi ke tempat aman. Penerbangan domestik di wilayah utara dihentikan, sementara kapal nelayan dan feri dilarang berlayar karena gelombang tinggi.
Herbert Singun, petugas informasi di Pulau Calayan, mengatakan kepada AFP bahwa sebagian atap sekolah terhempas angin dan menimpa pusat evakuasi di dekatnya, menyebabkan satu orang luka ringan.
“Lihat pohon kelapa yang bergoyang di kejauhan? Tadi ada delapan, sekarang tinggal empat. Itu menunjukkan betapa kuatnya topan ini,” ujarnya.
Baca Juga: 5 Pekerja Ini Wakilkan Indonesia dalam Ajang Bergengsi di China
Ilmuwan memperingatkan perubahan iklim membuat badai tropis semakin intens dengan angin lebih kencang dan banjir lebih besar. Ragasa menjadi badai ke-14 yang melanda Filipina tahun ini, bersamaan dengan penyelidikan besar atas dugaan korupsi proyek pengendalian banjir senilai 118,5 miliar peso (sekitar 2 miliar dolar AS) yang memicu aksi protes massal pada Minggu lalu.