Kemenkes Ingatkan Potensi Lonjakan Chikungunya di 2025

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 11 Agu 2025, 15:32
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Data chikungunya 2025 Data chikungunya 2025 (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa dalam sembilan minggu pertama tahun 2025, jumlah suspek chikungunya mengalami peningkatan tajam dibandingkan periode yang sama pada 2023 dan 2024. Kondisi ini dinilai memerlukan tindakan cepat, termasuk pengendalian terhadap vektor pembawa virus chikungunya.

"Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai adanya kenaikan kasus pada minggu mendatang. Meskipun begitu saat ini tren menunjukkan penurunan dalam dua bulan terakhir," jelas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 11 Agustus 2025.

Aji merinci bahwa lima provinsi dengan jumlah kasus suspek tertinggi pada 2025 adalah Jawa Barat (6.674 kasus), disusul Jawa Tengah (3.388), Jawa Timur (2.903), Sumatera Utara (1.074), dan Banten (838).

Menurut informasi dari laman resmi Kemenkes, chikungunya merupakan penyakit yang lazim ditemukan di wilayah tropis dan disebarkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Individu yang terinfeksi bisa mengalami demam, kelelahan, serta nyeri hebat di persendian dan tulang yang dapat berlangsung dalam jangka panjang—bahkan hingga bulanan atau tahunan.

Walaupun sebagian besar gejala muncul segera setelah infeksi, tak jarang juga virus ini menyebar tanpa menimbulkan gejala yang kentara. Dampaknya bisa signifikan, tak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga secara ekonomi karena mengganggu produktivitas masyarakat.

Aji menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada antivirus khusus yang tersedia untuk menyembuhkan chikungunya.

"Jika terkena chikungunya, penanganan yang dapat dilakukan adalah untuk menghilangkan gejala, dengan beristirahat, mengganti cairan yang hilang, dan pemberian obat-obatan untuk meredakan nyeri sendi," tuturnya.

Sebagai bentuk respon terhadap tren kasus yang meningkat, Kemenkes telah meluncurkan sejumlah langkah antisipatif. Beberapa di antaranya mencakup surveilans terhadap vektor pembawa virus dan pengendalian faktor risiko lingkungan, terutama pada penyakit menular yang berpotensi memicu Kejadian Luar Biasa (KLB).

"Melakukan respon dan penilaian awal risiko terhadap sinyal alert yang timbul pada penyakit potensial KLB/wabah," ujar Aji.

Lebih lanjut, Aji juga mengimbau masyarakat untuk menjalankan langkah 3M Plus sebagai tindakan preventif. Langkah tersebut meliputi menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebar virus.

(Sumber: Antara)

x|close