Ntvnews.id, Semarang - Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang dikenal sebagai Mbak Ita, mantan Wali Kota Semarang, dituntut enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang selama periode 2022 hingga 2024.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu, 30 Juli 2025, jaksa Wawan Yunarwanto juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta kepada terdakwa
“Dan jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan,” ucap Wawan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi.
Jaksa turut menuntut hukuman tambahan kepada Mbak Ita berupa kewajiban mengganti kerugian negara sebesar Rp683 juta
“Menuntut terdakwa dengan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp683 juta, dan jika tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama 1 tahun,” katanya.
Hevearita tidak sendiri. Suaminya, Alwin Basri, juga turut menjadi terdakwa dalam perkara ini. Jaksa menuntut Alwin dengan hukuman delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta, yang bila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam dakwaan pertama, jaksa menyatakan bahwa pasangan suami istri tersebut terbukti menerima suap dari Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, Martono, dan Direktur PT Deka Sari Perkasa, Rachmat P. Jangkar. Martono disebut memberikan suap sebesar Rp2 miliar, sedangkan Rachmat berencana memberikan Rp1,75 miliar.
“Pemberian oleh Martono masing-masing diterima oleh terdakwa pada Desember 2022 dan Januari 2023 yang berkaitan dengan jabatan terdakwa untuk membantu memudahkan memperoleh pekerjaan pada kurun waktu 2023 hingga 2024," kata jaksa.
Sementara uang dari Rachmat, yang belum sempat diserahkan, berkaitan dengan proyek pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar dalam perubahan APBD 2023.
Dalam dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin dinilai terbukti menerima dana yang disebut sebagai setoran tambahan operasional dari iuran kebersamaan pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Total uang yang diterima dari skema ini mencapai Rp3,083 miliar, dengan rincian Rp1,883 miliar untuk Mbak Ita dan Rp1,2 miliar untuk Alwin Basri.
Jaksa merinci bahwa Mbak Ita menerima uang senilai Rp300 juta setiap tiga bulan, serta tambahan Rp222 juta sebagai hadiah lomba "Nasi Goreng Khas Mbak Ita" dan Rp161 juta untuk membayar penyanyi Denny Cak Nan. Sementara itu, Alwin disebut menerima dana secara bertahap dalam jumlah antara Rp200 juta hingga Rp300 juta.
Dalam dakwaan ketiga, pasangan itu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2 miliar dari Ketua Gapensi Semarang, Martono. “Gratifikasi tersebut merupakan fee 13 persen atas pekerjaan penunjukan langsung di kecamatan yang berasal dari pelaksana proyek dari Gapensi Semarang,” kata jaksa.
Dana tersebut disebutkan diserahkan oleh Martono kepada Alwin pada bulan Juni dan Juli 2023.
Sebagai tambahan, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan sanksi berupa pencabutan hak politik terhadap Mbak Ita. “Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau sebagai pejabat politik selama 2 tahun sejak selesai menjalani masa pemidanaan,” ujar Wawan.
Menanggapi tuntutan tersebut, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk mengajukan nota pembelaan pada sidang berikutnya.
(Sumber: Antara)