Neni Nur Hayati Bantah Tuduh Dedi Mulyadi Pakai APBD buat Bayar Buzzer

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 29 Jul 2025, 09:19
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Dedi Mulyadi dan Neni Dedi Mulyadi dan Neni (Instagram)

Ntvnews.id, Jakarta - Neni Nur Hayati membantah menuduh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menggunakan buzzer. Direktur  Democracy and Electoral Empowerment Partnership atau DEEP Indonesia itu juga menampik dirinya menuding Dedi menggunakan APBD untuk kepentingan pribadinya, yakni membayar buzzer.

Neni pun mempertanyakan unggahan akun media sosial resmi Diskominfo Jabar dengan kolaborasi akun jabarprovgoid, humas_jabar, sapawarga_jabar dan jabarsaberhoaks pada tanggal 16 Juli 2025, yang membahas mengenai pengalihan anggaran belanja media dan mem-posting fotonya. Sebab hal itu dianggap sangat merugikan dirinya.

"Dan dalam waktu tiga hari, tertanggal 15-17 Juli 2025 sampai rilis ini dibuat, saya mendapatkan serangan serius melalui akun digital Instagram @neni1783 dan akun TikTok @neninurhayati36 yang tidak ada hentinya," ujar Neni, dalam klarifikasinya, dikutip Selasa, 29 Juli 2025.

Neni lantas menjelaskan kronologi persoalan ini. Awalnya, pada tanggal 5 Mei 2025 dirinya membuat postingan terkait dengan bahaya buzzer yang dapat mengancam demokrasi dan eksistensi negara. Hal itu diunggah dalam akun TikTok pribadinya. Neni mengaku hanya meneruskan informasi yang sudah ada sebelumnya.

Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati <b>(Dok: NTVNews.id)</b> Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati (Dok: NTVNews.id)

Baca Juga: Aktivis Neni Nur Hayati Kena Doxing dan Penyebaran Foto Tanpa Izin oleh Diskominfo Jabar

"Sebagai pemilik akun Neni Nur Hayati, postingan dalam TikTok saya tersebut hanya meneruskan informasi yang disampaikan oleh data kompas terkait dengan “Buzzer Mengepung Warga”, “Menyelisik Jejak Para Buzzer, dari Kosmetik sampai Politik”, “Buzzer Politik Pemborosan Anggaran dan Alat Propaganda yang Mengancam Demokrasi” serta “Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas”," paparnya.

Neni mengaku mengunggah hal itu, dengan tujuan melakukan edukasi publik dan mengingatkan kepada para kepala daerah untuk tidak melakukan pencitraan dengan berlebihan.

"Dan melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan serta tidak mengerahkan buzzer untuk melakukan penyerangan kepada aktivis yang kritis terhadap kebijakan publik," tuturnya.

"Saya pun mengutip pemikiran Presiden Amerika Serikat periode 1961-1963, John F Kennedy yang mengingatkan kepada kita semua bahwa bangsa yang demokratis tidak perlu takut kepada rakyatnya, yang bebas berpendapat untuk menilai kebenaran atau kebohongan dari penyelenggara negara secara terbuka," imbuhnya.

Ia juga memperkuat informasi itu dengan pemikiran Buya Syafii Ma’arif, di mana di abad media sosial dan huru-hara menjadi tantangan berat untuk pemimpin yang sangat aktif di media, tetapi sangat mulia dan menantang.

Dalam video tersebut, kata Neni, dirinya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. "Video tersebut general untuk seluruh kepala daerah yang terpilih pada pemilihan serentak 2024," ucapnya.

"Saya menyadari bahwa memang dalam beberapa video mengkritik kebijakan Kang Dedi Mulyadi, tetapi juga dalam video lain ada pula yang saya apresiasi. Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya," lanjut dia.

Selain Dedi, kata Neni ada banyak pejabat publik lainnya yang juga dirinya kritik melalui akun TikTok tersebut. Neni mengaku hanya memberikan penekanan tentang pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan yang sangat krusial, harus disertai dengan kajian akademis secara komperhensif, dan data yang mendukung dengan transparan juga akuntabel serta tidak serampangan.

Lalu pada 16 Juli 2025, kata Neni, dirinya cukup kaget ketika mendapatkan informasi dari beberapa wartawan, di mana postingan lama dalam akun TikTok miliknya ada di akun resmi beberapa media milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Unggahan akun resmi Pemprov Jabar itu mendapat ratusan komentar dan ribuan yang menyukai.

"Selain itu, sudah dua hari akun Instagram dan TikTok saya banjir hujatan dengan kata-kata kasar secara bertubi-tubi dan tidak ada hentinya," tuturnya.

Baca Juga: Amnesty Internasional Desak Usut Tuntas Doxing Terhadap Aktivis Neni Nur Hayati

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di tempat wisata Eiger Adventure Land, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025) <b>(Antara)</b> Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di tempat wisata Eiger Adventure Land, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025) (Antara)

"Saya berupaya merespons dengan baik, namun akun-akun tersebut melakukan tindakan yang lebih brutal," imbuh Neni.

Neni juga menyayangkan pemberitaan yang muncul setelahnya, yang itu tanpa ada klarifikasi kepadanya. Atas dasar hal tersebut, Neni sangat menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mem-posting fotonya tanpa izin, menafsirkan secara sepihak, menghakimi dan disebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo.

"Alih-alih memberikan ruang untuk kebebasan berpendapat, yang terjadi justru mematikan ruang kebebasan itu dengan tindakan represif, padahal kita sudah berpuluh-puluh tahun melangkah dari runtuhnya rezim Orde Baru," jelasnya.

Seharusnya, kata Neni pemerintah menyadari bahwa masyarakat sipil adalah pilar demokrasi yang kuat dalam membangun peradaban bangsa.

"Alexis de Tocqueville (1835) dalam karyanya 'Democracy in America' menyebut masyarakat sipil sebagai fondasi demokrasi. Hal ini diperkuat oleh Daron Acemoglu dan James A Robinson (2020) yang mengatakan pentingnya keseimbangan antara kekuatan negara dan masyarakat," jelasnya.

Neni merasa ada pembungkaman terhadapnya. Yakni dengan pengintaian kegiatan di media sosial dan peretasan akun. Hal itu, kata dia menjadi pertanda jatuhnya demokrasi, naiknya otoritarianisme dan semakin berada di persimpangan jalan.

"Saya tentu berharap negara sebagai pemegang otoritas hukum dan pembuat kebijakan masih membuka ruang untuk kebebasan berpendapat dan memberikan perlindungan hak berkumpul, berserikat dan berpendapat," tandas Neni.

KDM Bantah

Dedi Mulyadi membantah memiliki pendengung alias buzzer. Dedi mempersilakan publik untuk mengakses data penggunaan anggaran di Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi Jawa Barat. Bila ditemukan hal yang mencurigakan, Dedi mempersilakan untuk melaporkannya kepada pihak berwajib.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Kang Dedi Mulyadi (@dedimulyadi71)

"Sampai hari ini kalau di medsos ada yang memberikan support, itu mereka adalah warga yang memiliki pikiran dan harapan akan perbaikan dan kebaikan di Provinsi Jawa Barat. Mereka bukan buzzer. Mereka orang-orang yang punya rasionalitas dan emosionalitas tanpa suka menjelekkan orang lain," ujar Dedi Mulyadi.

Kendati begitu, Dedi berterima kasih atas kritik dan saran yang dilontarkan. Tetapi, lanjut Dedi, bila ingin melemparkan kritik sebaiknya disertakan data-data yang valid dan akurat. "Lebih baik siapkan dulu datanya baru speak up, karena itu termasuk kategori berita bohong. Salam untuk mba yang berkerudung," bantah Dedi. 

TERKINI

Load More
x|close