Ntvnews.id, Surabaya - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyatakan dukungan penuh terhadap revisi sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menyangkut tembakau serta sektor makanan dan minuman. Selain itu, ia juga secara terbuka menolak rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk tahun 2026.
Sikap tersebut ditegaskan dalam momen peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 lalu. Bersama para pekerja dan Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Jawa Timur, Khofifah menandatangani dokumen berisi 17 butir kesepakatan yang dirumuskan sebagai Komitmen Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Dua poin yang menjadi sorotan dalam dokumen itu adalah butir (1.g) dan (1.h), di mana Gubernur Khofifah menyatakan dukungan terhadap aspirasi buruh yang meminta agar pasal-pasal terkait tembakau, makanan, dan minuman dalam PP 28/2024 direvisi.
Mantan Menteri Sosial itu juga menyatakan setuju untuk menolak rencana penerapan cukai pada produk berpemanis, termasuk kenaikan tarif cukai rokok yang direncanakan pada 2026.
“Gubernur Jawa Timur merekomendasikan kepada Presiden dan DPR RI untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023, khususnya pasal-pasal terkait tembakau, makanan, dan minuman,” demikian isi salah satu poin dalam dokumen komitmen yang ditandatangani.
Butir (1.h) yang menyinggung rencana pengenaan cukai pada produk berpemanis dan penolakan terhadap kenaikan CHT 2026 mencerminkan kekhawatiran kuat dari kalangan buruh, yang menilai kebijakan tersebut dapat memukul industri padat karya seperti sektor hasil tembakau dan makanan-minuman.
Ketua RTMM Jawa Timur, Purnomo, yang menjadi penggagas pertemuan May Day tersebut, menekankan pentingnya upaya melindungi sektor-sektor ini demi kelangsungan jutaan pekerja yang menggantungkan hidup di dalamnya.
“Pembatalan pasal-pasal tembakau pada PP 28/2024 adalah harga mati bagi kami. Banyak pasal di dalamnya yang mengancam eksistensi sektor kami. Tidak hanya akan merugikan pengusaha kecil dan menengah, tetapi juga mengancam hilangnya lapangan kerja secara masif,” ujarnya.
Ia pun mengapresiasi respon cepat Gubernur Jawa Timur yang menurutnya menunjukkan keberpihakan pada kalangan buruh.
“Kami berterima kasih kepada Ibu Gubernur yang sudah menandatangani komitmen bersama ini. Ini adalah bukti nyata keberpihakan terhadap rakyat kecil dan pekerja sektor strategis, tinggal sekarang harus kita kawal bersama,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, industri hasil tembakau merupakan salah satu sektor penyumbang utama pendapatan negara melalui cukai. Namun, serangkaian kenaikan cukai yang terjadi beberapa tahun terakhir dianggap menjadi beban tambahan, terutama bagi pabrik rokok berskala kecil dan menengah yang menopang ekonomi di banyak daerah, termasuk Jawa Timur.
RTMM juga mengingatkan bahwa wacana kenaikan cukai tahun 2026 dikhawatirkan memperparah kondisi pelaku industri, dan bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, mereka meminta pemerintah pusat lebih peka terhadap suara daerah yang mengalami langsung dampak kebijakan tersebut.
Tak hanya menyangkut PP 28/2024 dan isu cukai, dokumen kesepakatan juga memuat berbagai tuntutan strategis lainnya, mulai dari revisi regulasi ketenagakerjaan, penolakan terhadap SEMA yang dianggap merugikan buruh, hingga inisiatif penyediaan rumah murah dan perlindungan pesangon bagi pekerja.