Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung kembali menetapkan satu nama sebagai tersangka dalam kasus upaya menghalangi penyidikan beberapa perkara korupsi besar yang tengah ditangani. Tersangka tersebut adalah M. Adhiya Muzakki (MAM), yang diketahui menjabat sebagai Ketua Cyber Army.
Sosok Muzakki dikenal luas sebagai pemimpin jaringan 'buzzer' atau pendengung di media sosial. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyampaikan bahwa pihaknya telah memiliki dua alat bukti kuat yang menjadi dasar penetapan Muzakki sebagai tersangkai.
Tiga kasus besar yang diduga coba diintervensi oleh kelompok ini mencakup dugaan korupsi di PT Timah, kasus impor gula, serta dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Muzakki diduga bekerja sama dengan tiga tersangka lainnya: Tian Bahtiar, yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan JakTV; Marcella Santoso, seorang advokat; serta Junaidi Saibih. Mereka disebut secara bersama-sama berupaya menghalangi proses penyidikan, penuntutan, bahkan proses persidangan perkara korupsi.
Sosok M. Adhiya Muzakki
Informasi terkait latar belakang M. Adhiya Muzakki tergolong terbatas. Namun, dalam berbagai laporan media, ia memperkenalkan dirinya sebagai tokoh muda yang aktif dalam kegiatan sosial maupun politik. Ia juga mendirikan organisasi bernama Koordinator Penggerak Milenial Indonesia (PMI), dan menjabat sebagai koordinator dalam lembaga tersebut.
Selain itu, Adhiya juga merupakan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan aktif di HMI Cabang Ciputat. Ia bahkan pernah menduduki posisi strategis sebagai Ketua Umum Badan Koordinasi (Badko) HMI Jabodetabek-Banten untuk periode 2021 hingga 2023. Pemilihannya dilakukan melalui Musyawarah Daerah (Musda) ke-IX.
Pemilihan Ketua Umum Badko HMI Jabodetabek-Banten saat itu dilaksanakan mulai 22 November hingga 1 Desember 2021, bertempat di Jakarta Utara. Dalam forum tersebut, Adhiya berhasil unggul dari empat calon lainnya.
Kerahkan 150 Buzzer
Penyidik Jampidsus, Abdul Qohar, juga mengungkapkan bahwa Muzakki memimpin sekitar 150 orang buzzer. Tim tersebut dibagi ke dalam lima kelompok dengan tugas utama memberikan komentar negatif terkait proses penanganan kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung di media sosial.
Kejaksaan Agung menilai tindakan ini merupakan bagian dari skenario sistematis untuk menghalangi proses hukum yang sedang berjalan. Dalam menjalankan aksinya, M. Adhiya Muzakki disebut menerima dana sebesar Rp 864.500.000 dari pengacara Marcella Santoso. Dana tersebut diberikan dalam dua tahap.
Tahap pertama, uang sejumlah Rp 697.500.000 diterima melalui Indah Kusumawati yang merupakan staf bagian keuangan di kantor hukum AALF. Sementara tahap kedua sebesar Rp 167.000.000 disalurkan oleh Marcella melalui kurir dari kantor hukum yang sama.
"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000,” ujar Qohar.
Dalam operasinya, Muzakki memimpin tim berisi sekitar 150 buzzer yang diarahkan untuk memberikan komentar negatif terhadap berbagai konten yang diproduksi oleh Tian Bahtiar. Mereka dibagi ke dalam lima kelompok dengan nama kode Mustafa 1 sampai Mustafa 5. Setiap anggota buzzer tersebut menerima bayaran sebesar Rp 1.500.000 per orang.
"(Adhiya) merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif," ujar Qohar.