Jenderal Purnawirawan AU jadi Tersangka Korupsi Satelit di Kemhan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Mei 2025, 07:40
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar berbicara dengan awak media di Gedung Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar berbicara dengan awak media di Gedung Kejaksaan Agung. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Purnawirawan jenderal TNI Angkatan Udara (AU) ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kasus korupsi yang ditangani Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung (Jampidmil Kejagung) ini, tepatnya terkait dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kemhan pada tahun 2012-2021. Ada tiga orang yang ditetapkan tersangka. 

"Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka pertama, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kedua, ATVDH (selalu perantara). Ketiga, GK selaku CRO Navayo International AG," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Rabu, 7 Mei 2025.

Kasus ini bermula saat Kemhan melalui tersangka L, menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016. Kontrak tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

"Bahwa penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa, di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari (tersangka) ATVDH," tuturnya.

Navayo International AG mengakui telah mengirim barang ke Kemhan. Lalu, ditandatangilah empat buah surat certificate of performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG.

"Di mana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu. Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP)," tutur Harli.

Sampai dengan tahun 2019, Kemhan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit. Lalu dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.

"Dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah program user terminal karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa," papar Harli.

Lalu, Kemhan diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan final award putusan arbitrase Singapura. Hal itu karena telah menandatangani CoP. Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.

"Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura, Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 Tanggal 05 Mei 2025," paparnya.

Lalu, ditetapkanlah ketiga tersangka seperti yang telah disebutkan di atas. Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi.

"Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat satu kesatu juncto Pasal 64 KUHP," paparnya.

Tersangka turut dijerat dengan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu, juncto Pasal 64 KUHP.

"Lebih subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 KUHP," tandas Harli.

x|close