Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan kesediaannya menempatkan dana pemerintah ke Indonesia Investment Authority (INA), selama dana tersebut benar-benar digunakan untuk sektor riil yang produktif dan bukan untuk pembelian obligasi.
“Saya enggak mau ngasih uang ke sana (INA), uangnya dibelikan bond lagi. Buat apa? Mending saya kurangin bond saya,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025.
Ia menegaskan bahwa tujuan utama penguatan dana INA haruslah mendorong investasi di sektor produktif, bukan menumpuk dana dalam instrumen surat utang yang dinilai tidak memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bendahara Negara itu bahkan mengaku pernah mengkritik Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) karena terlalu bergantung pada investasi obligasi.
Menurutnya, sebagai sovereign wealth fund (SWF), baik INA maupun Danantara seharusnya mampu menarik investasi dari luar negeri dan menyalurkannya ke sektor-sektor strategis yang mendorong ekspansi ekonomi nasional.
“INA kan harusnya mengundang investor asing, kan sovereign wealth fund bukan domestik saja,” ujarnya.
"Kalau dia butuh duit beneran buat ekspansi, ya udah kita dukung. Tapi kalau masih banyak uangnya di bond, di obligasi, ngapain kita dukung?” tambahnya.
Baca Juga: Purbaya Terima Laporan Premanisme Oknum Pajak KPP Tigaraksa: Minta Duit Tapi Maksa, Hebat Juga Ya!
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp50 triliun setiap tahun untuk INA.
Menurut Luhut, dana tersebut dapat menjadi pendorong besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional jika dikelola bersama BPI Danantara.
“Sovereign wealth fund kita ini, kalau kita tarik investasi Rp50 triliun ke situ tiap tahun, dari dana yang masih sisa di Bank Indonesia (BI), kita bisa leverage Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan,” ujar Luhut dalam acara “1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism 8 Persen Economic Growth”.
Ia menambahkan, potensi dana tersebut juga bisa menarik aliran investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia.
"Peranan pemerintah kan cuma 10–15 persen dari APBN, sisanya itu harus sektor swasta. Untuk itu, kita harus ramah dengan FDI, itu harus jalan bagus,” kata Luhut.
(Sumber: Antara)