Ntvnews.id, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sebanyak 112 anak di 26 provinsi mengalami radikalisasi di ruang digital melalui gim daring dan media sosial sepanjang tahun 2025.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono menyampaikan bahwa anak-anak tersebut berinteraksi dengan konten radikal terorisme, mengalami kerentanan psikologis, hingga terlibat dalam fenomena lone actor atau aktor tunggal tanpa adanya pertemuan fisik dengan jaringan teror.
“Anak-anak yang terpapar menjadi perhatian serius negara. BNPT bersama Tim Koordinasi Perlindungan Khusus bagi Anak Korban Jaringan Terorisme terus memastikan upaya rehabilitasi, pendampingan psikososial, dan perlindungan hak anak berjalan optimal,” kata Eddy dalam acara Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Selasa, 30 Desember 2025, seperti dipantau secara daring.
Eddy menuturkan jaringan terorisme maupun simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau Ansharuh Daulah (AD) saat ini secara aktif menargetkan proses radikalisasi terhadap anak dan remaja.
Ia menjelaskan, dalam sejumlah kasus rekrutmen yang ditemukan, anak-anak yang direkrut tidak pernah bertemu langsung dengan perekrut dan melakukan baiat secara mandiri.
Baca Juga: Polri Sukses Cegah Serangan Teroris Sepanjang 2025, 51 Tersangka Ditangkap
BNPT juga mencatat bahwa rentang usia anak yang terpapar radikalisme saat ini rata-rata 13 tahun, dengan usia terendah 10 tahun dan tertinggi 18 tahun. Angka tersebut jauh lebih muda dibandingkan rata-rata usia pelaku terorisme di Indonesia pada periode 2014–2019 yang berada pada rentang usia 28 hingga 35 tahun.
Menurut Eddy, jaringan dan simpatisan terorisme memanfaatkan kerentanan psikologis remaja, baik dari sisi emosi, perilaku, maupun pola pikir. Kondisi tersebut diperkuat dengan temuan bahwa mayoritas anak yang terpapar mengalami trauma emosional, seperti perundungan atau berasal dari keluarga tidak utuh.
"Ini yang terus kami jadi pekerjaan rumah (PR) ke depan, bahwa anak-anak ini tetap menjadi penantian kami untuk melakukan upaya rehabilitasi," ungkapnya.
Merespons kondisi tersebut, BNPT memperkuat strategi kontraradikalisasi dengan mengoordinasikan berbagai program pencegahan, antara lain Sekolah Damai, Kampus Kebangsaan, Desa Siapsiaga, serta penguatan peran Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 36 provinsi.
Selain itu, BNPT membentuk Satuan Tugas Kontraradikalisasi lintas delapan kementerian dan lembaga guna menyebarluaskan narasi perdamaian serta memperkuat ideologi Pancasila di lingkungan pendidikan dan masyarakat.
Eddy menegaskan bahwa perlindungan ruang digital bagi anak merupakan bagian dari upaya deteksi dini dan keterlibatan dini atau early warning system dan early engagement untuk memutus mata rantai penyebaran ideologi radikal terorisme.
Baca Juga: Kinerja Polri Sepanjang 2025: Sukses Dirikan SPPG, hingga Nihil Serangan Teroris
“BNPT berkomitmen mewujudkan sistem deteksi dini dan keterlibatan dini terhadap penyebaran ideologi radikal terorisme yang mendukung keamanan negara demi tercapainya Indonesia Emas 2045," tutur Eddy.
Dalam kesempatan yang sama, Kelompok Ahli BNPT Reni Kusumowardhani menambahkan bahwa temuan 112 anak yang terpapar radikalisme menunjukkan proses radikalisasi telah masuk ke ruang digital yang sangat dekat dengan kehidupan anak.
“Kelompok teroris memanfaatkan kerentanan anak dan remaja melalui gim, video, meme, musik, serta narasi heroisme dan solidaritas," ucap Reni.
Oleh karena itu, Reni menekankan pentingnya peran orang tua dalam meningkatkan literasi digital dan kesadaran anak agar berani menolak serta melaporkan konten berbahaya.
BNPT mengajak kementerian dan lembaga, masyarakat, orang tua, serta seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama menjaga ruang digital dan melindungi anak dari paparan ideologi radikal terorisme demi keamanan nasional dan masa depan generasi Indonesia.
(Sumber: Antara)
Tangkapan layar - Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono dalam acara Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Selasa, 30 Desember 2025. (ANTARA/YouTube/humasbnptri/Agatha Olivia (Antara)