Ntvnews.id, Bangkok - Thailand menegaskan bahwa Kamboja harus menjadi pihak pertama yang menyatakan gencatan senjata guna menghentikan pertempuran antara kedua negara. Pernyataan tersebut disampaikan pemerintah Thailand pada Selasa, 16 Desember 2025, lebih dari sepekan setelah bentrokan mematikan kembali pecah di kawasan perbatasan.
“Sebagai pihak yang melakukan agresi ke wilayah Thailand, Kamboja harus terlebih dahulu mengumumkan gencatan senjata,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Maratee Nalita Andamo, dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 17 Desember 2025
Ia juga menekankan bahwa Phnom Penh perlu menunjukkan kerja sama secara “tulus” dalam upaya pembersihan ranjau di wilayah perbatasan kedua negara.
Baca Juga: Mendagri: Presiden Prabowo Dialog Hampir Dua Jam dengan Kepala Daerah se-Papua
Bentrokan terbaru antara dua negara Asia Tenggara tersebut telah menewaskan sedikitnya 32 orang, baik dari kalangan militer maupun warga sipil. Selain itu, sekitar 800.000 orang terpaksa mengungsi, berdasarkan keterangan pejabat setempat.
Thailand dan Kamboja saling menyalahkan atas pecahnya pertempuran. Kedua pihak mengklaim bertindak untuk membela diri dan menuduh lawannya menyerang warga sipil. Hingga saat ini, Kamboja belum memberikan respons resmi atas pernyataan Thailand tersebut.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang sebelumnya ikut terlibat dalam upaya meredakan konflik perbatasan ini, pekan lalu menyatakan bahwa Thailand dan Kamboja telah sepakat melakukan gencatan senjata mulai Sabtu malam. Namun, Bangkok membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa pertempuran masih terjadi setiap hari sejak 7 Desember.
Warga sipil Kamboja mengungsi dari rumah mereka di dekat perbatasan dengan Thailand di provinsi Preah Vihear, Kamboja pada 8 Desember 2025. ANTARA/Handout via Xinhua/Agence Kampuchea Presse (Antara)
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menyampaikan bahwa negaranya mendukung inisiatif gencatan senjata yang diusulkan Malaysia selaku ketua ASEAN, dengan melibatkan Washington dalam prosesnya.
Di sisi lain, Kamboja yang secara militer dinilai lebih lemah dibanding Thailand, pada Senin menuduh pasukan Thailand memperluas serangan “jauh ke dalam” wilayah Kamboja.
Phnom Penh juga menuding militer Thailand melakukan pemboman di Provinsi Siem Reap, wilayah yang menjadi lokasi kompleks candi Angkor berusia ratusan tahun dan destinasi wisata utama. Tuduhan ini disebut sebagai yang pertama kali terjadi dalam rangkaian bentrokan terbaru.
Baca Juga: Bentrok Dengan Kamboja, Thailand Terapkan Darurat Militer dan Jam Malam
Menurut pejabat setempat, pertempuran yang melibatkan artileri, tank, dan jet tempur Thailand tersebut menewaskan 16 tentara Thailand, satu warga sipil Thailand, serta 15 warga sipil Kamboja. Hingga kini, Phnom Penh belum melaporkan adanya korban dari pihak militernya dalam konflik terbaru ini.
Konflik Thailand dan Kamboja berakar pada sengketa wilayah terkait penetapan garis perbatasan era kolonial sepanjang sekitar 800 kilometer, termasuk sejumlah reruntuhan candi kuno yang berada di kawasan perbatasan.
Bentrokan selama lima hari pada Juli lalu menewaskan puluhan orang sebelum gencatan senjata berhasil dimediasi oleh Amerika Serikat, Tiongkok, dan Malaysia. Namun, kesepakatan tersebut kembali runtuh hanya dalam hitungan bulan.
Pada Oktober, Trump mendukung deklarasi bersama lanjutan antara Thailand dan Kamboja di Kuala Lumpur, yang juga menyinggung peluang kesepakatan dagang baru setelah kedua negara sepakat memperpanjang gencatan senjata.
Meski demikian, Thailand menangguhkan perjanjian tersebut sebulan kemudian setelah sejumlah tentaranya terluka akibat ledakan ranjau saat melakukan patroli perbatasan. Bangkok menuding Kamboja memasang ranjau baru, tuduhan yang dibantah oleh Phnom Penh.
Thailand juga menyatakan bahwa sekitar 5.000 hingga 6.000 warganya masih tertahan di kota perbatasan Poipet, Kamboja, setelah Phnom Penh menutup jalur penyeberangan darat pada Sabtu lalu.
Kementerian Dalam Negeri Kamboja menyebut penutupan perbatasan itu sebagai “langkah yang diperlukan” demi mengurangi risiko bagi warga sipil, sembari menegaskan bahwa jalur perjalanan udara tetap dibuka.
Para menteri luar negeri ASEAN dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada 22 Desember di Malaysia untuk mencari solusi diplomatik atas konflik yang terus berlanjut tersebut.
Militer Thailand berpatroli di area Chong Bok dekat perbatasan yang disengketakan dengan Kamboja. Foto arsip: Reuters (Reuters)