Ntvnews.id, Jakarta - Banjir bandang yang melanda Sumatera dan Aceh baru-baru ini menarik perhatian media internasional, khususnya karena tumpukan kayu gelondongan. Media asing menyoroti kayu-kayu ini bukan hanya sebagai puing bencana, tetapi juga sebagai simbol dampak deforestasi yang memperparah kerusakan akibat badai.
Salah satu media asal Amerika Serikat, The New York Times, menulis artikel berjudul Where Floodwaters Turned Piles of Timber Into Floating Battering Rams atau air banjir mengubah tumpukan kayu menjadi raksasa apung yang menghancurkan.
Dalam laporan itu, mereka menekankan bahwa batang kayu yang hanyut menjadi salah satu sumber kerusakan terbesar di Indonesia pekan lalu.
"Tidak terhitung banyaknya kayu gelondongan dan puing-puing lainnya yang jatuh ke daerah pemukiman di Provinsi Sumatera Utara setelah badai siklon," tulis laman tersebut.
Baca Juga: Menhut: Tak Sejengkal Hutan Saya Lepas di Kawasan Bencana!
Para ahli yang diwawancarai dalam artikel itu menyatakan bahwa dahsyatnya dampak badai diperparah oleh deforestasi yang telah berlangsung puluhan tahun.
Sebagian besar hutan alam di Sumatra telah ditebang dan diganti dengan perkebunan kelapa sawit, perkebunan kayu pulp, serta tambang emas. Tumpukan kayu yang hanyut ini menjadi bukti nyata bagaimana praktik pengelolaan hutan yang buruk berkontribusi pada kerusakan ekologis.
Selain itu, media asal Prancis, AFP, juga menyoroti isu yang sama melalui sebuah video pendek berdurasi 1 menit 43 detik berjudul Deforestation fuels Indonesia floods (“deforestasi memperparah banjir di Indonesia”).
Video ini memperlihatkan banyak kayu gelondongan yang hanyut di sungai, serta kayu yang menumpuk di dekat pemukiman warga. Banyak warga melaporkan bahwa saat banjir mulai surut, kayu-kayu gelondongan terlihat berada di tengah sungai, di samping mushola, bahkan di tengah-tengah pemukiman.
Baca Juga: Prabowo Subianto Umumkan Nama Bayi Panda Pertama yang Lahir di Indonesia
Video AFP menekankan bahwa Indonesia sedang berupaya pulih dari banjir mematikan yang menewaskan lebih dari 700 orang, dan para ahli menilai deforestasi yang meluas memperparah bencana tersebut.
Kehilangan hutan akibat penebangan kayu dan perluasan perkebunan kelapa sawit menyebabkan tanah menjadi tidak stabil dan rawan erosi.
Hutan, yang seharusnya berfungsi sebagai “spons raksasa” menampung air dari hulu sungai, kini tidak lagi mampu menahan aliran air. Akibatnya, kayu-kayu tersebut terbawa hingga ke muara sungai, menambah risiko kerusakan di wilayah pemukiman.
Fenomena ini menjadi peringatan serius terkait pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Media asing menyoroti bencana ini sebagai contoh nyata bagaimana tindakan manusia terhadap lingkungan dapat memperburuk dampak bencana alam.
Warga berjalan di atas sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu, 29 November 2025. ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am. (Antara)