Pengamat: Seleksi Ketat Harus Dilakukan terhadap TNI Jabat Posisi Sipil

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Des 2025, 23:00
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pengamat sosial-politik UNJ, Ubedilah Badrun (tengah). Pengamat sosial-politik UNJ, Ubedilah Badrun (tengah).

Ntvnews.id, Jakarta - Pengamat sosial-politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, menilai dijabatnya posisi sipil oleh militer aktif bisa sangat berbahaya. Sebab, potensi penyalahgunaan wewenang seperti korupsi, bisa lebih besar terjadi. Hal ini dinyatakan Ubedilah dalam "Diskusi Publik Kaleidoskop Korupsi di Indonesia: Membuka Tabir Masa Lalu untuk Masa Depan Indonesia Lebih Baik", yang digelar Jaringan Intelektual Hukum Nasional (JIHN).

"Saya mau mengatakan bahwa tentara yang aktif menduduki jabatan sipil itu perlu dicermati dan diperhatikan. Karena berpotensi untuk lebih besar potensinya untuk melakukan tindakan korupsi," ujar Ubedilah di Jakarta, Senin, 1 Desember 2025.

Misalnya jika seorang tentara yang menduduki posisi sipil di pemerintahan korupsi, kata Ubedilah, kecil kemungkinan ada pihak yang berani melaporkan ke aparat penegak hukum.

"Karena mereka sebetulnya punya senjata ya, yang bisa membuat orang takut kalau melaporkan dia. Jadi ada sisi psikologis dan budaya yang membuat tentara aktif itu tidak bisa dikritik atau diawasi oleh orang-orang sekitarnya. Ketika melakukan tindakan korupsi," jelas Ubedilah.

Jika pada akhirnya Undang-Undang TNI terbaru memperbolehkan militer aktif menduduki posisi sipil, Ubedilah menyarankan agar seleksi pejabatnya harus benar-benar ketat. Ini guna mencegah korupsi terjadi. Apalagi, sudah ada preseden buruk militer korupsi saat diberi jabatan sipil.

"Karena posisinya itu menurut saya tentara aktif yang diberikan ke jabatan sipil, karena undang-undangnya bilang begitu kan, maka itu perlu diseleksi secara sangat ketat oleh presiden. Sebagai kepala pemerintahan ketika dia mau merekrut orang-orang tentara aktif masuk ke jabatan tertentu yang sesuai bidangnya ya, seperti kayak Basarnas, sesuai kemudian Bakamla, itu kan tentara lebih cocok misalnya," papar Ubedilah.

"Tapi itu memberikan tingkat seleksi yang, karena di Basarnas kemarin kan terkena korupsi. Bakamla juga kan sama," imbuhnya.

Seleksi ketat terhadap tentara aktif yang menduduki jabatan sipil, harus mengedepankan prinsip meritokrasi. Tim seleksi bisa dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto. 

"Jadi intinya merit sistem dan profesional," ucapnya.

Sementara, Ketua Umum JIHN Riswan Siahaan menjelaskan, diskusi pihaknya gelar guna menyoroti sejumlah persoalan hukum semasa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, utamanya sepanjang tahun 2025. Pihaknya ingin membeberkan berbagai persoalan tersebut, serta menyampaikan kritik dan solusi.

Diskusi ini menghadirkan narasumber yang kompeten, terutama mantan para aktivis '98, yang kini berkecimpung di berbagai sektor.

Mulai dari Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif RECHT Firman Tendry Masengi, peneliti Strategi Institute Tejo Asmoro, hingga Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia Bandot DM.

"Ini sebagai bentuk kritik kami dalam bentuk diskusi menyampaikan pendapat kepada pejabat elite di atas, untuk benar-benar serius dalam bekerja, dalam menjaga keamanan masyarakat Indonesia untuk tidak lagi melakukan tidak pidana korupsi," ujar Riswan.

"Semoga pemerintah pusat mau mendengar hingga pemerintah daerah," tandasnya.

x|close