Ntvnews.id, Jakarta - BSSN menyatakan model keamanan tradisional tak lagi relevan dalam menghadapi serangan dengan kecerdasan artifcial.
Direktur Kebijakan Teknologi dan Sandi BSSN Soetedjo Joewono menegaskan perlunya migrasi ke konsep zero trust security, sistem yang tidak mengandalkan kepercayaan default terhadap entitas jaringan. Ia menekankan pergeseran paradigma yang harus dilakukan bersama-sama.
"Dengan prinsip never trust, always verify. Jadi kalau orang keamanan cyber ini pasti akan sepakat dengan ini, never trust, always verify." jelas Soetedjo dalam Seminar SUSEC (Superb Security Conference) 2025 di Jakarta, Rabu, 26 November 2025.
Baca Juga: DPR Minta Satuan Siber TNI Dikirim ke Gaza
Soetedjo menjelaskan alasan urgensi penerapan zero trust.
"Jadi zero trust ini akan mengakusisikan bahwa ancaman mungkin sudah ada di dalam jaringan kita. Menggunakan identitas yang sah, bergerak di antara server dan menargetkan data kritis." katanya.
Direktur Kebijakan Teknologi Keamanan Siber dan Sandi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Soetedjo Joewono (NTVnews.id)
Multifactor authentication ditegaskan sebagai pondasi keamanan paling mendasar.
"Salah satu fondasi yang kita kenal, mendasar dari zero trust ini adalah multifactor authentication." ungkapnya.
Baca Juga: NCC 2025, Badan Siber Ansor Siap Jadi Hub Anak Muda Jaga Ruang Digital
Ia memperingatkan bahwa teknologi AI membuat password tidak lagi cukup.
"Dengan menuntut pengguna untuk membuktikan identitas, mereka melalui setidaknya dua faktor verifikasi yang berbeda." jelasnya.
Implementasi Autentifikasi Multifaktor (MFA) disebut bukan sekadar opsi tambahan, tetapi keharusan.
"Oleh karena itu, penerapan multifactor authentication yang kuat dan tahan phishing, bukan hanya rekomendasi keamanan, melainkan langkah implementasi untuk zero trust yang paling mendasar dan wajib." jelasnya.
Direktur Kebijakan Teknologi Keamanan Siber dan Sandi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Soetedjo Joewono (NTVnews.id)