Rano Karno Respons Fatwa MUI Soal PBB

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Nov 2025, 17:28
thumbnail-author
Adiansyah
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Rano Karno Rano Karno (Humas Pemprov DKI)

Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno angkat bicara mengenai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak layak dipungut berulang untuk bumi dan bangunan yang ditinggali masyarakat.

Rano menegaskan bahwa kebijakan terkait PBB sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. Menurutnya, seluruh mekanisme pemungutan pajak sudah memiliki payung hukum yang jelas dalam undang-undang.

"Itu harus keputusan pusat. Pajak itu komponen pusat. Daerah punya pajak, tapi kan komponen undang-undang. Ya kalau memang mau dievaluasi, itu harus dievaluasi," ucap Rano ditemui di Jakarta Barat, Selasa, 25 November 2025.

Dengan demikian, pemerintah daerah tidak dapat melakukan perubahan atau penyesuaian skema pungutan PBB secara mandiri. Meski begitu, Rano menekankan bahwa Pemprov DKI Jakarta selama ini sudah memberikan berbagai insentif kepada masyarakat, bukan hanya terkait bangunan, tetapi juga di sektor lain.

Rano Karno <b>(NTVNews.id/ Adiansyah)</b> Rano Karno (NTVNews.id/ Adiansyah)

Baca Juga: Rano Karno Respons Kritik Soleh Solihun Soal Mutasi Pegawai DKI

Ia mencontohkan sejumlah program berbasis insentif seperti transportasi, Kartu Jakarta Pintar (KJP), hingga Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).

"Ya kalau kita bicara tentang insentif, bukan hanya bangunan. Transportasi insentif, KJP, KJMU insentif. Nah, itulah komponen pajak itu diberikan untuk itu," imbuhnya.

Rano juga memahami keresahan masyarakat yang merasa PBB dikenakan ganda, pajak tanah dibayar, saat membangun rumah bayar lagi. Namun, ia menegaskan bahwa sistem perpajakan harus dilihat secara menyeluruh dan tidak bisa diputuskan sepihak.

Sebelumnya, MUI menerbitkan Fatwa Pajak Berkeadilan dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI. Salah satu poin pentingnya menyatakan bahwa bumi dan bangunan yang dihuni tidak layak dikenai pajak berulang.

Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan fatwa tersebut muncul sebagai respon atas keluhan masyarakat mengenai kenaikan PBB yang dianggap membebani.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh <b>(Ntvnews.id-Muslimin Trisyuliono)</b> Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh (Ntvnews.id-Muslimin Trisyuliono)

Baca Juga: Bos Pajak Respons Fatwa MUI Pajak Berkeadilan: PBB Itu di Pemerintah Daerah

"Sehingga meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan jadi solusi untuk perbaikan regulasi," katanya, dikutip dari laman resmi NU, Selasa, 25 November 2025.

MUI menegaskan bahwa pajak seharusnya hanya dikenakan pada harta yang memiliki potensi produktif atau termasuk kebutuhan sekunder dan tersier (hajiya dan tahsiniyat). Objek yang merupakan kebutuhan pokok, seperti sembako, rumah tinggal, dan tanah yang dihuni, dinilai tidak sesuai untuk dikenakan pungutan pajak.

Ni’am juga menambahkan bahwa pada prinsipnya pajak hanya dibebankan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial memadai. Ia menganalogikan batas kemampuan tersebut dengan ketentuan zakat mal, yakni setara 85 gram emas, yang dapat menjadi acuan batas penghasilan tidak kena pajak.

"Kalau analog dengan kewajiban zakat, kemampuan finansial itu secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. Ini bisa jadi batas PTKP," ujarnya.

x|close