Ntvnews.id, Tokyo - Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi berencana memotong gajinya sendiri melalui revisi undang-undang remunerasi pegawai negeri. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen reformasi yang akan berdampak pada pengurangan gaji anggota kabinet, termasuk dirinya.
Dilansir dari Japan Times, Selasa, 11 November 2025, revisi undang-undang tersebut akan memicu pemotongan gaji bagi para anggota kabinet Jepang. Rencana ini diumumkan langsung dalam sidang luar biasa parlemen Jepang.
Pemerintah Jepang berencana menggelar rapat menteri terkait secepatnya pada Selasa, 11 November 2025 untuk mengonfirmasi penangguhan pembayaran gaji tambahan bagi PM dan para menteri kabinet. Gaji tambahan ini selama ini diberikan di luar gaji resmi mereka sebagai anggota parlemen.
Baca Juga: Wamen Todotua ke Jepang Bahas Kerja Sama Pengembangan Bioetanol
Takaichi disebut ingin menunjukkan komitmen kuat terhadap reformasi struktural, termasuk melalui kebijakan simbolis berupa pemangkasan gaji pejabat tinggi negara. Rencana tersebut juga mendapat dukungan dari Partai Inovasi Jepang (Nippon Ishin no Kai), mitra koalisi terbaru Partai Demokrat Liberal yang menaungi Takaichi.
“Saya akan mengupayakan revisi undang-undang agar (para anggota kabinet) tidak menerima gaji yang melebihi gaji anggota parlemen,” kata Takaichi dalam konferensi pers pelantikannya pada Oktober lalu.
Arsip - Sanae Takaichi berbicara dalam kampanye pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo, Jepang (22/9/2025). (ANTARA)
Pemerintah Jepang tengah mempertimbangkan untuk menetapkan dalam undang-undang bahwa gaji tambahan bagi PM dan para menteri kabinet tidak akan diberikan untuk sementara waktu. Menurut Kepala Sekretaris Kabinet Minoru Kihara, anggota parlemen Jepang saat ini menerima gaji bulanan sebesar 1,294 juta Yen atau sekitar Rp 140 juta.
Selain itu, PM Jepang mendapat tambahan 1,152 juta Yen (Rp 124,6 juta), sementara para menteri kabinet menerima tambahan 489.000 Yen (Rp 52,9 juta). Dalam rencana baru tersebut, Takaichi akan mengembalikan 30 persen dari gaji bulanannya, sedangkan para menteri kabinet akan dipotong 20 persen. Langkah ini secara efektif mengurangi gaji tambahan sebesar 390.000 Yen (Rp 42,2 juta) bagi PM Jepang dan 110.000 Yen (Rp 11,9 juta) bagi menteri kabinet.
Baca Juga: Suzuki Anggap BYD sebagai Ancaman Serius di Pasar Kei-Car Jepang
Rencana pemotongan ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Pemimpin Partai Inovasi Jepang, Fumitake Fujita, menyebut kebijakan itu sebagai langkah luar biasa.
“Ini mencerminkan kesediaan Perdana Menteri untuk melakukan reformasi yang sulit jika Nippon Ishin juga melakukannya,” ujar seorang pejabat senior pemerintah Jepang.
Namun, sejumlah pihak juga menyampaikan kritik. Pemimpin Partai Demokrat untuk Rakyat, Yuichiro Tamaki, menilai kebijakan pemotongan gaji tersebut sebagai ‘simbol pola pikir deflasi’, mengingat pemerintah saat ini tengah berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kebijakan Takaichi ini diharapkan dapat memperkuat citranya sebagai pemimpin reformis yang berkomitmen menekan pemborosan anggaran dan memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jepang.
Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi (kanan). (ANTARA)