Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bergerak cepat menanggapi hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menemukan kandungan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta.
Pemerintah memastikan langkah-langkah strategis berupa penguatan riset, pengawasan sumber pencemar, dan perluasan edukasi publik segera dijalankan untuk menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat Ibu Kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menegaskan bahwa temuan mikroplastik dari BRIN menjadi alarm penting untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap polusi plastik yang kini sudah menjangkau atmosfer. Namun, ia mengimbau agar masyarakat tidak panik, melainkan menjadikannya sebagai momentum memperkuat sinergi lintas lembaga.
“Begitu hasil riset BRIN kami terima, DLH langsung berkoordinasi untuk memperdalam kajian ilmiah serta memperkuat langkah pengawasan di lapangan. Ini bukan isu yang perlu ditakuti, melainkan panggilan untuk mempercepat kerja bersama dalam mengatasi polusi plastik,” ujar Asep dalam Media Briefing bertajuk 'Isu Mikroplastik dalam Air Hujan dan Fenomena Cuaca Panas Ekstrem' di Balai Kota Jakarta, pada Jumat, 24 Oktober 2025.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto (NTVNews.id/ Adiansyah)
Acara yang dimoderatori oleh Kepala Diskominfotik DKI, Budi Awaluddin turut menghadirkan sejumlah pakar lintas sektor, di antaranya ada dr. Rahmat Aji Pramono dari Dinkes DKI, Dwi Atmoko dari BMKG, Muhammad Reza Cordova dari BRIN, serta Rian Sarsono dari BPBD DKI.
Asep menambahkan, sejak 2022 DLH DKI secara rutin melakukan pemantauan mikroplastik di Teluk Jakarta, sungai, dan danau bekerja sama dengan BRIN serta lembaga riset lainnya. Pemantauan di lebih dari 60 titik setiap tahun menghasilkan data penting yang menjadi dasar penyusunan kebijakan pengendalian lingkungan berbasis bukti ilmiah.
Sementara itu, Muhammad Reza Cordova dari BRIN menjelaskan bahwa mikroplastik bisa berpindah melalui udara dan turun bersama hujan, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta. Fenomena ini, kata dia, bersifat lintas wilayah dan membutuhkan kerja sama lintas sektor untuk pengendaliannya.
“Partikel mikroplastik sangat ringan sehingga bisa terbawa angin dan jatuh bersama hujan. Fenomena ini bersifat lintas wilayah dan memerlukan kerja sama lintas sektor. Karena itu, pendekatan pengendaliannya harus terpadu dari hulu hingga hilir,” imbuh Reza.
Plt Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DKI, Rian Sarsono, menilai hasil penelitian BRIN sebagai bagian penting dari sistem peringatan dini bagi pemerintah dan masyarakat.
BPBD bersama DLH DKI terus memperkuat kampanye edukasi agar warga menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Sejak 2023, Pemprov DKI juga menggencarkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) bersama BMKG dan BRIN untuk mengatur curah hujan, mencegah cuaca ekstrem, menekan risiko banjir dan kekeringan, serta menurunkan polutan di atmosfer.
Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova (NTVNews.id/ Adiansyah)
“Melalui OMC, kami berupaya menjaga kualitas udara serta mengendalikan polutan di atmosfer, termasuk partikel mikroplastik,” ujarnya.
Dari sisi kesehatan, Rahmat Aji Pramono dari Dinkes DKI menjelaskan bahwa paparan mikroplastik jangka panjang dapat memengaruhi sistem pernapasan dan pencernaan.
“Mikroplastik adalah benda asing bagi tubuh. Ketika terhirup atau tertelan, partikel ini dapat menimbulkan peradangan di saluran pernapasan dan pencernaan. Ukurannya yang sangat kecil bahkan bisa masuk ke pembuluh darah dan meningkatkan risiko gangguan jantung atau stroke,” jelas dia.
Ia menambahkan, mikroplastik bukan penyebab tunggal penyakit, namun dapat memperburuk kondisi bagi individu dengan penyakit bawaan atau gaya hidup kurang sehat. Dinkes DKI pun mengimbau masyarakat untuk rajin membersihkan rumah karena debu merupakan salah satu sumber utama mikroplastik di udara.
Selain isu mikroplastik, DLH DKI juga menyoroti fenomena panas ekstrem yang dirasakan warga dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data BMKG, kondisi ini disebabkan kombinasi perubahan iklim global dan faktor lokal seperti kepadatan aktivitas serta minimnya ruang hijau.
Pemprov DKI kini mempercepat program adaptasi dan mitigasi iklim, antara lain dengan memperluas ruang terbuka hijau, menanam pohon di wilayah padat, serta mengendalikan emisi transportasi dan industri.
"Jakarta tidak boleh hanya bereaksi setelah dampak terasa. Kami ingin menjadi kota yang tangguh, yang responsif terhadap perubahan iklim sekaligus berkomitmen menjaga keberlanjutan,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Asep menegaskan bahwa Pemprov DKI akan terus bekerja secara ilmiah, transparan, dan kolaboratif demi melindungi lingkungan serta kesehatan warganya.
edia Briefing Isu Mikroplastik Dalam Air Hujan Dan Fenomena Panas Ekstrem di Balai Kota Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025. (NTVNews.id/ Adiansyah)