Eks Kapolres Ngada Divonis 19 Tahun Penjara dalam Kasus Kekerasan Seksual Anak

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 21 Okt 2025, 15:12
thumbnail-author
Dedi
Penulis & Editor
Bagikan
Eks Kapolres Ngada Fajar saat digiring masuk ke mobil tahanan di Kupang. ANTARA/Kornelis Kaha Eks Kapolres Ngada Fajar saat digiring masuk ke mobil tahanan di Kupang. ANTARA/Kornelis Kaha (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, akhirnya dijatuhi hukuman berat atas kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan yang sempat mengguncang publik.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjatuhkan vonis 19 tahun penjara terhadap Fajar dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa, 21 Oktober 2025.

Sidang dengan agenda pembacaan putusan itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim A.A. G.D. Agung Parnata bersama dua hakim anggota, Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 19 tahun,” demikian bunyi amar putusan pengadilan yang dibacakan hakim.

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman 20 tahun penjara. Selain pidana badan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa denda Rp5 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan digantikan dengan pidana penjara selama satu tahun.

Baca Juga: Fani dan Eks Kapolres Ngada Segera Disidang

Tidak hanya itu, Fajar juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp359.162.000, sesuai tuntutan jaksa, dengan subsider 1 tahun 4 bulan penjara apabila tidak mampu membayarnya.

Sidang yang dimulai pukul 11.00 Wita tersebut dipantau langsung oleh awak media. Fajar hadir di ruang sidang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana bahan hitam, didampingi oleh tiga orang penasihat hukum yang dipimpin Akhmad Bumi.

Sementara pihak JPU dari Kejaksaan Tinggi NTT diwakili oleh empat orang jaksa, yaitu Arwin Adinata, Kadek Widiantari, Samsu Jusnan Efendi Banu, dan Sunoto. Usai putusan dibacakan, baik kuasa hukum Fajar maupun tim JPU menyatakan sikap pikir-pikir atas vonis tersebut.

Kasus yang menyeret nama AKBP Fajar ini bermula dari dugaan keterlibatannya dalam kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan, masing-masing berinisial IBS (6), WAF (13), dan MAN (16). Selain itu, Fajar juga sempat terjerat dugaan penyalahgunaan narkoba setelah hasil tes urinenya di Divisi Propam Mabes Polri menunjukkan hasil positif.

Kasus ini mencuat ke publik setelah Fajar yang saat itu masih menjabat sebagai Kapolres Ngada ditangkap oleh tim gabungan Propam Mabes Polri dan Polda NTT pada 20 Februari 2025. Penangkapan itu berawal dari laporan mengejutkan Kepolisian Federal Australia (AFP) yang menemukan video kekerasan seksual terhadap anak berusia 6 tahun diunggah di situs porno asing (darkweb).

Baca Juga: Kasus Pencabulan 3 Anak, Mantan Kapolres Ngada Dituntut 20 Tahun Penjara

AFP kemudian meneruskan temuan itu kepada Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, yang lantas mengoordinasikannya ke Polda NTT untuk ditindaklanjuti. Hasil penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT mengungkap bahwa aksi bejat Fajar terhadap anak berusia 6 tahun terjadi pada 11 Juni 2024 di sebuah hotel di Kupang.

Tak berhenti di situ, penyelidikan lanjutan menunjukkan bahwa kekerasan seksual terhadap dua anak lainnya berlangsung selama tujuh bulan, yakni dari Juni 2024 hingga Januari 2025, di dua hotel berbeda di Kota Kupang.

Aksi Fajar melibatkan seorang perempuan berinisial SHDR alias Stefani alias Fani atau F, berusia 20 tahun. Perempuan ini disebut menjadi perantara yang membawa anak-anak di bawah umur ke hadapan Fajar, bahkan diduga juga menjadi korban kekerasan seksual dari perwira polisi tersebut. Dalam persidangan lain, perempuan F ini juga telah divonis 11 tahun penjara.

Dalam keterangan persidangan terungkap bahwa F membawa anak berusia 6 tahun atas permintaan AKBP Fajar. Anak tersebut kemudian menjadi korban kekerasan seksual. Saat melakukan aksinya, Fajar merekam video menggunakan ponsel pribadinya, lalu mengunggahnya ke situs porno asing.

Kasus ini menjadi salah satu skandal terbesar yang menimpa anggota kepolisian dalam beberapa tahun terakhir. Usai penyelidikan etik, Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi tegas berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada AKBP Fajar. Ia sempat mengajukan banding atas pemecatan tersebut, namun bandingnya ditolak.

Kini, vonis 19 tahun penjara dari majelis hakim menutup perjalanan panjang kasus yang sejak awal memicu kemarahan publik, terutama karena pelakunya merupakan seorang perwira menengah Polri yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.

x|close