Peneliti BRIN Temukan Anggrek Endemik Baru dari Hutan Raja Ampat

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Okt 2025, 11:38
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Dedi
Editor
Bagikan
Hasil pindai temuan spesies anggrek baru di Raja Ampat. ANTARA/HO-BRIN Hasil pindai temuan spesies anggrek baru di Raja Ampat. ANTARA/HO-BRIN (Antara)

Ntvnews.id, Papua - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengidentifikasi dua spesies anggrek baru yang berasal dari Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.

Penemuan tersebut merupakan hasil dari kegiatan inventarisasi tumbuhan dan pemanfaatannya di Pulau Batanta, Raja Ampat, yang dilakukan pada tahun 2022 oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat bekerja sama dengan BRIN.

Hasil kajian ilmiah menunjukkan dua spesies anggrek yang sebelumnya belum pernah teridentifikasi, yaitu Dendrobium siculiforme Saputra, Schuit., & Metusala dan Bulbophyllum ewamiyiuu Saputra, Schuit., & Metusala. Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Telopea pada Agustus 2025.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa kedua spesies tersebut merupakan anggrek epifit yang tumbuh menempel secara alami di batang pepohonan di habitat aslinya.

Baca Juga: Depan Kantor Budi Gunawan Berubah Jadi Taman Penuh Anggrek, Bagus dan Nyaman Banget!

“Dendrobium siculiforme memiliki batang tegak setinggi 15–50 cm dengan daun tersusun berseling. Bunganya muncul dari bagian atas batang dengan jumlah sekitar enam kuntum. Saat mekar sempurna, diameter bunganya mencapai 7 cm dengan warna krem kekuningan berpola guratan cokelat keunguan,” jelas dia.

Destario menambahkan, tim riset memilih nama “siculiforme” yang berasal dari bahasa Latin, berarti berbentuk seperti belati, karena bentuk cuping tengah bibir bunga yang menyerupai senjata tersebut.

Ia menuturkan bahwa spesies ini memiliki kemiripan dengan Dendrobium magistratus, namun berbeda pada karakter perbungaan serta bentuk sepal dan bibir bunganya.

“Sementara itu, Bulbophyllum ewamiyiuu berukuran lebih kecil, hanya sekitar 8–12 cm dengan satu helai daun di setiap pseudobulb,” ujarnya.

Menurut Destario, nama “ewamiyiuu” diambil dari bahasa Batta, yang digunakan oleh masyarakat Suku Batanta, dan memiliki arti bergaris. Nama tersebut merujuk pada garis-garis kecokelatan yang tampak di antara alur pada bagian pseudobulb anggrek tersebut.

Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Nama Anggrek “Paraphalante Dora Sigar Soemitro” dalam Kunjungan Kenegaraan di Singapura

Spesies ini memiliki kemiripan dengan Bulbophyllum graciliscapum, namun berbeda pada bentuk pseudobulb, sepal, serta ornamentasi bibir bunganya. Berdasarkan data distribusi yang tersedia, kedua spesies ini diduga merupakan endemik Kepulauan Raja Ampat dengan sebaran alami yang sangat terbatas.

Berdasarkan kondisi tersebut, tim peneliti mengusulkan Dendrobium siculiforme masuk dalam kategori Kritis (Critically Endangered), sedangkan Bulbophyllum ewamiyiuu dikategorikan Kekurangan Data (Data Deficient) sesuai kriteria IUCN Red List.

Destario menjelaskan bahwa penemuan ini menunjukkan pentingnya menjaga kelestarian hutan-hutan pedalaman Papua, yang menjadi gudang sumber daya genetik alami dan masih menyimpan banyak spesies yang belum dikenal dunia.

“Potensi temuan spesies baru dari Papua sangat besar, tidak hanya dari kelompok anggrek, tetapi juga dari kelompok tumbuhan lainnya,” ucap Destario.

Namun demikian, ia juga mengingatkan tentang potensi ancaman berupa pengambilan liar dari alam karena tingginya permintaan pasar terhadap tanaman langka.

“Kemunculan spesies baru biasanya memicu antusiasme para pehobi untuk memilikinya. Bahkan, Bulbophyllum ewamiyiuu sudah mulai diperdagangkan hingga ke Pulau Jawa,” tutur Destario Metusala.

(Sumber : Antara)

x|close