Ntvnews.id, Bandung - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat resmi menetapkan 42 orang sebagai tersangka terkait aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Kota Bandung pada 29 Agustus hingga 1 September 2025.
Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Rudi Setiawan, menjelaskan bahwa penetapan status tersangka dilakukan setelah pihak kepolisian mengamankan ratusan orang dalam rangkaian unjuk rasa yang berakhir dengan tindakan perusakan serta pembakaran sejumlah fasilitas umum dan kantor pemerintahan.
“Tindakan anarkistis ini sudah terencana, menggunakan bom molotov, bom pipa, hingga media sosial sebagai alat provokasi,” kata Rudi di Bandung, Selasa.
Sejumlah fasilitas yang menjadi sasaran aksi anarkis antara lain pagar dan pos polisi di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung DPRD Jawa Barat, serta Wisma MPR RI di Bandung.
Dari total 42 tersangka tersebut, sebanyak 26 orang ditetapkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar karena terbukti terlibat langsung dalam aksi perusakan dan pembakaran. Sedangkan 16 orang lainnya ditetapkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Siber (Ditreskrimsiber) akibat menyebarkan konten provokatif, hasutan, serta informasi bohong melalui media sosial.
Baca Juga: Polda Jabar Telusuri Aliran Dana dan Aktor di Balik Kericuhan Bandung
Rudi menambahkan bahwa penyidik masih mendalami adanya kemungkinan keterkaitan jaringan tertentu di balik kerusuhan tersebut.
“Kami sudah mengidentifikasi adanya keterkaitan dengan kelompok tertentu yang mencoba mengadu domba masyarakat dengan aparat. Penegakan hukum akan dilakukan secara profesional dan transparan,” ujarnya.
Dalam proses pengungkapan kasus ini, aparat kepolisian turut menyita sejumlah barang bukti. Barang-barang tersebut meliputi bom molotov, bom pipa, bom gas portable, senjata tajam, hingga ratusan konten digital berupa video provokatif serta akun media sosial yang dipakai untuk menyebarkan ajakan anarkis.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, mencakup Pasal 187, Pasal 170, dan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman pidana yang dapat dijatuhkan maksimal mencapai 20 tahun penjara.
(Sumber : Antara)