Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, menegaskan anggota DPR yang berstatus nonaktif tidak berhak menerima gaji maupun tunjangan, karena status tersebut berarti anggota tidak lagi menjalankan fungsi representasi rakyat. Pernyataan ini muncul di tengah perdebatan publik terkait hak finansial anggota dewan yang dinonaktifkan.
“Anggota DPR yang dinyatakan nonaktif semestinya berkonsekuensi logis, tidak menerima gaji dan termasuk segala bentuk tunjangan. Itulah bedanya antara anggota DPR yang aktif dengan yang nonaktif,” kata Sarmuji di Jakarta, Rabu, 3 September 2025.
Sarmuji menambahkan, apabila belum ada aturan terkait gaji dan tunjangan bagi anggota dewan yang nonaktif, Mahkamah Kehormatan Dewan bisa segera menyusun pedoman resmi.
“Jika belum ada rujukan berkaitan dengan ini, MKD dapat membuat keputusan yang menjadi pegangan bagi Sekretariat Jenderal (DPR RI),” ujarnya.
Baca Juga: Antony Nangis Kenang Masa Sulit di Manchester United
Menurutnya, status nonaktif menandakan anggota tidak lagi menjalankan fungsi kedewanan, sehingga tidak logis bila tetap menerima hak keuangan negara.
“Kalau sudah nonaktif, artinya terhalang atau tidak melakukan fungsi kedewanan. Kalau tidak menjalankan tugas, ya, haknya juga hilang. Hal ini bagian dari mekanisme yang adil dan transparan,” jelas Sarmuji.
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan sikap Fraksi Golkar dalam merespons perdebatan publik mengenai hak anggota DPR yang dinonaktifkan partai politik. Sarmuji menekankan, status nonaktif otomatis menghentikan hak-hak tersebut.
Baru-baru ini, lima anggota DPR dari berbagai fraksi dinonaktifkan oleh partai masing-masing akibat pernyataan atau tindakan yang kontroversial. Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Nasdem; Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya dari PAN; serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Partai Golkar menonaktifkan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir sejak Senin, 1 September 2025, setelah komentarnya soal kenaikan tunjangan dewan memicu polemik. Sementara itu, Partai Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach karena dianggap menyampaikan pernyataan publik yang menyalahi sikap resmi partai.
Di sisi lain, PAN menonaktifkan Eko Hendro Purnomo dan Surya Utama karena tindakan mereka tidak sejalan dengan kebijakan internal partai.
Baca Juga: Keluarga Desak Polisi Ungkap Tuntas Kasus 5 Jenazah yang Dikubur Bersama di Indramayu
(Sumber: Antara)