Ntvnews.id, Jakarta - Belakangan ini, kata galer kerap terdengar dalam percakapan sehari-hari, terutama di kalangan anak muda. Meski awalnya terdengar seperti bahasa gaul, ternyata istilah ini sudah tercatat resmi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menurut KBBI, galer berarti anak rambut yang tumbuh menutupi kening. Rambut halus ini biasanya muncul di bagian depan kepala, tepat di sekitar garis rambut. Dalam bahasa Inggris, istilah serupa dikenal sebagai baby hair.
Kata galer berasal dari bahasa Sunda. Seiring penggunaannya yang semakin meluas, istilah ini kemudian diadopsi dalam bahasa Indonesia dan akhirnya masuk ke KBBI sebagai kosakata baku. Proses ini memperlihatkan bagaimana bahasa daerah dapat memberi kontribusi dalam memperkaya bahasa Indonesia.
Bagi generasi muda, galer bukan sekadar istilah linguistik, melainkan bagian dari gaya bahasa sehari-hari. Kata ini kerap dipakai untuk menggambarkan tampilan rambut di dahi yang dianggap manis atau menggemaskan. Tak jarang, galer juga dipakai dalam konteks estetika, khususnya saat membicarakan gaya rambut, kecantikan, maupun tren fesyen.
Beberapa contoh penggunaannya antara lain:
“Rambut aku lagi banyak galer-nya di dahi.”
“Pake gel biar galer-nya rapi.”
“Aku suka banget sama gaya rambut dia, galer-nya bikin makin cute.”
Mengapa Galer Bisa Masuk KBBI?
Tidak semua kata bisa langsung masuk KBBI. Ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya:
Unik
Kata harus memiliki makna khusus yang belum ada dalam bahasa Indonesia. Misalnya tinggimini, tradisi pemotongan jari di Papua sebagai tanda duka.
Eufonik (enak didengar)
Kata harus sesuai dengan kaidah fonologi bahasa Indonesia sehingga mudah dilafalkan. Contoh perubahan: ojeg > ojek, keukeuh > kekeh.
Seturut kaidah bahasa Indonesia
Kata bisa dibentuk lebih lanjut dengan imbuhan atau pemajemukan, contohnya kundur > (ter)kunduri.
Tidak berkonotasi negatif
Kata dengan makna negatif cenderung tidak dipilih. Misalnya, antara lokalisasi dan pelokalan, bentuk kedua lebih dianjurkan karena konotasinya lebih positif.
Kerap dipakai
Frekuensi dan penyebaran penggunaan kata menjadi faktor penting. Kata bobotoh, misalnya, meluas penggunaannya di berbagai wilayah dan sering muncul di banyak konteks, sehingga masuk ke KBBI.