Ntvnews.id, Jakarta - Pengacara senior OC Kaligis mengirimkan surat terbuka berjudul "Penambangan Ilegal oleh PT P" kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tersebut diajukan usai sidang tanggapan jaksa dalam perkara memasang patok di lahan sendiri, yang menjadikan dua pegawai PT Wana Kencana Mineral (WKM), Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (20/8/2025).
Kaligis mengawali suratnya dengan menyebut salah satu tema pidato yang dibacakan Presiden RI Prabowo Subianto di depan anggota DPR/MPR. “Salah satu tema pidato Pak Presiden Prabowo pada tanggal 15 Agustus 2025, di depan anggota DPR/MPR, adalah mengenai seruan beliau, untuk membasmi penambangan liar atau illegal mining. Sebagai praktisi, saya melalui surat ini, hendak membongkar penambangan liar yang terjadi di Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara,” ujar Kaligis, dikutip Kamis, 21 Agustus 2025.
Dijelaskannya, PT WKM adalah pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan berdasarkan Putusan Gubernur Maluku Utara, tanggal 9 Mei 2016, Nomor 299/KPTS/MU/2016 di kawasan hutan yang sama sekali belum diolah, seluas 24,700 hektare di Kecamatan Wasile Selatan dan Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara (Malut).
“Sampai saat ini, di waktu PT WKM dikriminalisasi oleh PT P, PT WKM belum pernah melakukan penambangan nikel di lokasi IUP PT WKM sendiri. Di sekitar bulan Februari 2025, terbetik berita adanya pencemaran lingkungan di daerah IUP PT WKM. Setelah diselidiki, ternyata yang melakukan penambangan liar di wilayah IUP PT WKM adalah PT P,” tutur Kaligis.
Dalam rangka koordinasi penyelesaian masalah, pada tanggal 13 Februari 2025, dilakukan rapat koordinasi antara PT WKM dengan PT P, perihal Lokasi Jalan Hauling, dan rapat berlangsung di ruang rapat PT P. Rapat waktu itu, dipimpin oleh saudara Budi Pramono. Hadir dari PT WKM Waskito, Budi P. Suharking, Rian, Nasrun, sedang dari PT P hadir saudara Arya, Andik (berdasarkan bukti minute of meeting). Issue minute of meeting, yakni: Satu, PT P melakukan kegiatan pembuatan Jalan Hauling tambang di dalam wilayah izin usaha pertambangan PT WKM tanpa mendapatkan izin dari PT WKM. Dua, PT P telah melakukan kegiatan penggalian deposit ore nikel yang merupakan cadangan nikel PT WKM yang harus dilaporkan kepada Kementerian ESDM. Tiga, PT P membuat jalan hauling di lokasi PT WKM yang merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Empat, tim PT WKM dan tim PT P akan melakukan verifikasi kondisi di lapangan terkait Jalan Hauling yang masuk di area Izin Usaha Pertambangan PT WKM.
“Namun, ketika minute of meeting, rencananya dilanjutkan tanggal 14 Februari 2025, PT P menghilang. Gagal bermusyawarah dengan PT P, akhirnya PT. WKM melaporkan hal ini ke Gakkum Kehutanan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan lapangan,” jelas Kaligis.
Berikut fakta hukum hasil penyelidikan Gakkum setempat: Berdasarkan surat tugas tanggal 29 April 2025 nomor. ST.136/GAKKUMHUT.II/ GKM.01.03/TU/B/2025, Gakkum pada tanggal 29 April-03 Mei 2025 meninjau lokasi ke PT.WKM. Hasil penyelidikan GAKKUM Kehutanan, dilaporkan dengan judul laporan: “Laporan Hasil Pengaduan Dugaan Lahan dan Pengambilan Material di Kawasan Hutan oleh IUP PT P P di Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara,”
Berdasarkan pemeriksaan lapangan ditemukan oleh Gakkum Kehutanan bahwa PT P secara melawan hukum masuk ke tiga wilayah IUP bukan miliknya, masing-masing di dalam kawasan hutan IUP PT WKM sepanjang 1,2 KM, di dalam kawasan hutan IUP PT Weda Bay Nikel sepanjang 6,5 KM, dan di dalam Kawasan hutan IUP PT.Pahala Milik Abadi sepanjang 2,7 KM; Jalan koridor sepanjang 409 M. Luas bukaan di areal PT WKM kurang lebih 30-50 M dengan kedalaman kurang lebih 10-15 M.
Kesimpulan Gakkum Kehutanan: “Berdasarkan hasil kegiatan Pengumpulan Data dan Informasi oleh Gakkum Seksi II Ambon dapat disimpulkan bahwa IUP PT.Position telah melakukan pembukaan lahan jalan angkutan dan pengambilan mineral nikel didalam kawasan hutan Produksi tanpa melalui proses PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana kehutanan.”
Saran Gakkum: “Atas dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang kehutanan maka perlu ditindak lanjuti dengan kegiatan operasi penegakkan hukum untuk dapat mengamankan barang bukti serta membuat laporan kejadian sebagai langkah proses hukum.”
“Tadinya menurut informasi, PT P hanya meminta izin membuka jalan bekerja sama dengan PT WKS. Faktanya jalan yang dibuka lebarnya sampai 50 M dengan kedalam 15 M, dan Gakkum Kehutanan, mendapatkan penambangan liar nikel yang dilakukan PT P. Bahkan untuk penambangan liar itu PT P memasuki wilayah IUP bukan miliknya sesuai temuan Gakkum Kehutanan tersebut di atas,” tukas Kaligis.
Ia mengatakan, pemilik PT P sendiri adalah KB, sebagai direktur, dan kedua anaknya sebagai komisaris. KB dikenal sebagai raja tambang batu bara dan nikel, serta punya hubungan erat dengan petinggi kepolisian.
Menurut Kaligis, yang melakukan penambangan liar di PT WKM adalah PT P. Sehingga seharusnya pihak PT P yang jadi terdakwa.
“Di hari ulang tahun Polri masih kami saksikan imbauan Bapak Presiden Prabowo, meminta agar polisi, bersih-bersih. Sayangnya di lapangan, masih terjadi kriminalisasi, di mana untuk kasus ini permohonan gelar perkara kami ditolak, termasuk permintaan kami agar saksi meringankan termasuk ahli untuk perkara dua terdakwa tersebut di atas, juga ditolak penyidik polisi,” beber Kaligis.
Untuk gelar perkara, pihaknya telah langsung menemui Brigjen Pol Sumarto, yang merupakan Karowassidik Bareskrim Polri, yang pada dasarnya tidak berkeberatan dilakukannya gelar perkara.
OC Kaligis. (Antara)
“Agar tulisan ini bukan fitnah, kami lampirkan hasil temuan Gakkum Kehutanan, yang intinya menyatakan bahwa PT P telah melakukan penambangan liar di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara dan seharusnya PT P dijadikan tersangka penambang liar. Semestinya penyidikan dilakukan oleh Gakkum Kehutanan yang turun lapangan, tetapi karena KB/PT P punya jaringan kuat dengan kepolisian, maka justru PT WKM yang korban, dikriminalisasi dengan dakwaan memasang patok di IUP PT WKM sendiri,” tegas Kaligis.
Ia mengatakan, yang menjadi tanda tanya, mengapa polisi di Maluku Utara yang pernah menyidik kasus ini, mengeluarkan penetapan SP3 dengan alasan kasus ini kasus perdata. Sebab sedangkan penyidikan polisi Mabes Polri yang mengambil alih kasus ini yang locus dan tempus deliktinya di Maluku Utara, dan menjadikan kasus perdata ini jadi kasus Pidana. Termasuk mengenyampingkan hasil penyidikan Gakkum Kehutanan yang menetapkan PT P sebagai tersangka penambang ilegal.
“Anehnya patok yang dipasang kurang dari 24 jam, dijadikan fakta hukum menyesatkan, menyesatkan karena patok dipasang di IUP sendiri, hanya untuk menghalangi masuknya PT P ke lokasi IUP PT WKM, dan dari berkas perkara, terbukti bahwa Bareskrim melakukan penyitaan di bulan Mei 2025, izin pengadilan baru keluar di bulan Juni 2025. Bahkan sita barang bukti berupa patok, tidak disaksikan oleh PT WKM, justru berita acara pengambilan barang bukti, ditandatangani oleh PT P disaksikan oleh penyidik polisi Mabes Polri,” tukas Kaligis.
Menurut dia, penyidikan yang seharusnya dilakukan oleh Gakkum Kehutanan yang menemukan adanya penambangan liar oleh PT P, sama sekali penyidikan Gakkum Kehutanan yang berdasarkan Pasal 6 KUHAP, sengaja dikesampingkan oleh penyidik Bareskrim Polri.
“Seandainya kasus ini dialihkan ke KPK, saya yakin, PT P bisa dijadikan tersangka, dan dengan demikian kriminalisasi kasus ini, dapat terungkap bagi pencari keadilan,” ujar Kaligis.
Pihaknya berharap laporan ini menjadi atensi KPK, dalam meneruskan imbauan Presiden Prabowo, mengenai maraknya penambangan liar.