Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan menyampaikan pidato dalam rangkaian Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, pada 23 September 2025.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo akan berpidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Informasi yang kami peroleh, sejauh ini Beliau (Presiden Prabowo, red.) dijadwalkan pidato pada tanggal 23 (September, red.). Pidato ketiga setelah Presiden Brazil dan Presiden AS," kata Hasan Nasbi.
Apabila benar hadir di New York pada September mendatang, Prabowo akan menjadi Presiden Indonesia pertama dalam satu dekade terakhir yang kembali tampil langsung di podium Majelis Umum PBB. Selama masa kepemimpinannya, Presiden ke-7 Joko Widodo memilih tidak menghadiri langsung sidang tersebut, melainkan menugaskan Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi untuk menyampaikan pidato mewakili Indonesia.
Baca Juga: KPK Sudah Tetapkan Tersangka dalam OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer
Sidang Majelis Umum PBB ke-80 sendiri resmi dibuka pada 9 September 2025 dan berlangsung hampir satu bulan. Dua minggu setelah pembukaan, sesi Debat Umum Tingkat Tinggi akan digelar pada 23 September 2025. Dalam forum itu, para pemimpin negara anggota secara bergiliran menyampaikan pandangan, prioritas, dan refleksi mereka terkait berbagai tantangan global serta peringatan 80 tahun berdirinya PBB.
Sesi debat tersebut akan diawali dengan pidato Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-80, Annalena Baerbock, yang mengusung tema “Better Together”. Pidato itu menekankan pentingnya solidaritas, persatuan, serta aksi kolektif untuk menghadapi persoalan dunia.
Rangkaian Debat Umum Tingkat Tinggi berlangsung mulai 23–27 September 2025 dan dilanjutkan kembali pada 29 September 2025. Sidang Majelis Umum PBB ke-80 akan ditutup pada 30 September 2025 dengan agenda terakhir berupa Konferensi Tingkat Tinggi membahas kondisi Muslim Rohingya dan kelompok minoritas lainnya di Myanmar.
(Sumber : Antara)