Ntvnews.id, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, melontarkan kritik tajam terhadap mekanisme royalti dalam Undang-Undang Hak Cipta, khususnya terkait lagu-lagu yang memiliki fungsi sosial. Sentilan itu disampaikan dalam sidang perkara pengujian aturan hak cipta yang digelar baru-baru ini.
Dalam forum tersebut, Arief menyampaikan kekhawatirannya atas penafsiran aturan yang cenderung terlalu legalistik dan berorientasi pada keuntungan pribadi. Ia mencontohkan bagaimana lagu kebangsaan Indonesia Raya bisa menimbulkan polemik royalti jika ditafsirkan secara kaku.
"Begini, kalau kita mengikuti pasal ini letterlek, orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman," kata Arief, dikutip dari tayangan video yang kini beredar luas, Rabu, 6 Agustus 2025.
Menurut Arief, setiap momentum Hari Kemerdekaan, lagu Indonesia Raya dinyanyikan di seluruh pelosok negeri oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Hal itu, menurutnya, menunjukkan bahwa ada fungsi sosial yang melekat dalam penciptaan lagu nasional.
"Bayangkan coba lagu Indonesia Raya. Berapa tahun dinyanyikan oleh orang Indonesia. Baik di tingkat PAUD sampai di tingkat kepala negara. Itu kalau model penafsiran yang sekarang ini baru ramai. Ahli warisnya paling kaya sedunia itu," tambahnya.
Arief menegaskan, pendekatan terhadap hak cipta, khususnya dalam konteks karya yang digunakan untuk kepentingan publik, perlu mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Indonesia.
"Ya kan, berarti prinsip bahwa penciptaan lagu mempunyai fungsi sosial di Indonesia memang harus begitu sepertinya, Iya kan Pak Marsudi, saya akan sampai ke situ," sambungnya.
Ia pun menyoroti adanya perubahan paradigma dalam masyarakat, dari semangat gotong royong menjadi semakin individualistik. Menurutnya, penafsiran aturan hak cipta yang cenderung kapitalistik bisa mengikis nilai-nilai kolektif yang selama ini dijunjung tinggi.
"Jadi, memang ini ada perubahan kultur yang luar biasa. Dari budaya ideologi yang gotong royong menjadi ideologi yang individualis kapitalis. Sehingga penafsiran yang pasal ini ke arah ideologi yang individualis," terang Arief Hidayat.
Pernyataan Arief ini mencuat di tengah perdebatan mengenai keadilan distribusi royalti, khususnya terhadap lagu-lagu yang digunakan secara luas dalam ruang publik. MK pun kini tengah mengkaji konstitusionalitas pasal-pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial.
View this post on Instagram