KPK Panggil Anggota DPR Mafirion Kadus Dugaan Pemerasan di Kemenaker

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Jul 2025, 18:35
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion di Kompleks Parlemen, Jakarta. Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion di Kompleks Parlemen, Jakarta. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion (MFR), untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin kerja atau Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama MFR, mantan staf khusus menteri ketenagakerjaan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.

Selain Mafirion, KPK juga memanggil dua mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan yang berinisial MMS dan NRN. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dua nama tersebut merujuk pada Maria Magdalena S. (MMS) dan Nur Nadlifah (NRN). Ketiganya diketahui pernah menjabat sebagai staf khusus Menaker pada masa kepemimpinan Hanif Dhakiri. Khusus untuk Nur Nadlifah, ia juga sempat duduk sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024.

Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK telah mengumumkan identitas delapan tersangka dalam perkara pemerasan pengurusan RPTKA di Kemenaker. Mereka adalah aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan kementerian tersebut, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Dalam penjelasannya, KPK menyebut bahwa para tersangka diduga telah mengumpulkan dana hingga mencapai Rp53,7 miliar dalam periode 2019 hingga 2024 dari praktik pemerasan dalam pengurusan izin kerja bagi tenaga kerja asing.

Menurut KPK, RPTKA merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki oleh tenaga kerja asing sebelum diizinkan bekerja di Indonesia. Tanpa adanya RPTKA, maka izin kerja dan izin tinggal mereka akan tertunda, dan hal ini membuat mereka berisiko dikenakan denda sebesar Rp1 juta per hari. Dalam situasi seperti itu, para pemohon RPTKA diduga terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka.

KPK juga mengungkapkan bahwa praktik pemerasan terkait pengurusan RPTKA ini tidak hanya terjadi dalam satu periode kepemimpinan saja. Dugaan keterlibatan berlangsung sejak masa jabatan Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, lalu berlanjut pada era Hanif Dhakiri (2014–2019), dan terakhir di bawah kepemimpinan Ida Fauziyah (2019–2024).

(Sumber: Antara)

x|close