Mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Dituntut 9 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Proyek Besitang-Langsa

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Jun 2025, 14:17
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Dituntut 9 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Proyek Besitang-Langsa. Mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Dituntut 9 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Proyek Besitang-Langsa. (Antara)

 

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) periode 2016–2017, Prasetyo Boeditjahjono, menghadapi tuntutan pidana sembilan tahun penjara atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang–Langsa yang dilaksanakan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan selama periode 2017–2023.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Lina Mahani Harahap, meyakini bahwa Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.

"Tuntutan pidana agar dikurangi dengan lamanya terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara," ujar JPU dalam persidangan.

Tak hanya pidana penjara, jaksa juga menuntut agar Prasetyo dikenakan denda sebesar Rp750 juta. "Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata JPU.

Selain itu, jaksa menuntut agar Prasetyo dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar. Uang tersebut harus dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, maka harta kekayaan terdakwa dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kerugian negara.

"Apabila harta benda tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," tutur jaksa.

JPU meyakini Prasetyo telah melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagaimana tercantum dalam dakwaan primer.

Jaksa juga memaparkan sejumlah pertimbangan dalam menyusun tuntutan. Hal-hal yang memberatkan termasuk fakta bahwa Prasetyo tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, ia juga dianggap turut menikmati hasil kejahatan dan tidak menunjukkan penyesalan.

“Sementara hal meringankan yang ada pada diri terdakwa adalah terdakwa belum pernah dihukum,” ujar JPU.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Prasetyo menerima uang sejumlah Rp2,6 miliar. Dana tersebut diterima melalui beberapa pihak, yakni sebesar Rp1,4 miliar melalui sopir dari penerima manfaat proyek, Andreas Kertopati Handoko dari PT Wahana Tunggal Jaya, serta Rp1,2 miliar lainnya dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wilayah I Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan, melalui ajudan Prasetyo, Rian Sestianto.

Secara keseluruhan, perbuatan korupsi yang dilakukan Prasetyo bersama terdakwa lain telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun. Oleh karena itu, jaksa menyatakan bahwa tindakannya diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Sumber: Antara)

x|close