Ntvnews.id, Jakarta - Saksi kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap, Riezky Aprilia, mengaku sempat berdebat dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto saat diminta untuk mundur dari Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 demi Harun Masiku.
Riezky, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019—2024 dari Fraksi PDI Perjuangan, mengungkapkan perdebatan yang terjadi pada tanggal 27 September 2019 tersebut karena dirinya bersama Hasto kala itu sedang tersulut emosi.
"Saya mempertanyakan alasannya apa, apa alasan saya disuruh mundur pada saat itu karena saya juga kader partai, saya bekerja buat PDI Perjuangan juga," ujar Riezky seraya menangis dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
Tapi, kata dia, kala itu Hasto hanya menyampaikan bahwa keputusan tersebut merupakan perintah partai.
Walau demikian, Riezky mengaku tetap bersikukuh untuk tidak mundur dan menyampaikan kepada Hasto bahwa dirinya akan mundur apabila mendengar perintah langsung dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Seusai itu, kata dia, Hasto pun menjawab bahwa dia merupakan Sekjen PDI Perjuangan sembari menggebrak meja, yang disambut pula dengan amarah Riezky.
"Di situ reaksi saya emosi. Saya berdiri dan menyampaikan kepada Pak Hasto, 'Saya tahu Anda Sekjen Partai, tetapi Anda bukan Tuhan'. Itu yang saya sampaikan," kata dia.
Merespons pernyataan Riezky, dikatakan bahwa Hasto pun bertanya apakah Riezky melawan Sekjen PDI Perjuangan, lalu Riezky menjawab bahwa dirinya memang melawan Hasto, tetapi tidak melawan partai.
Usai perdebatan itu, Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun langsung melerai keduanya.
"Saya pun meninggalkan ruangan dan langsung pulang," ucap Riezky.
Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, dalam rentang waktu 2019-2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan tersebut diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Di samping menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku telah memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih asal Dapil Sumsel I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Sehingga, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.