Ntvnews.id, Jakarta - Rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akan menerapkan pendidikan militer bagi anak-anak dengan perilaku bermasalah terus menuai reaksi dari berbagai kalangan. Salah satu pihak yang menyampaikan kritiknya adalah Giri Ramanda Kiemas, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP.
Giri menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek sebelum program tersebut diterapkan, seperti perlindungan hak anak, prinsip-prinsip hak asasi manusia, pendekatan psikologis, dan studi yang komprehensif. Ia mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini tidak boleh mengabaikan kepentingan terbaik anak.
"Program ini berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak anak untuk belajar. Jika ada masalah perilaku pada remaja, sebaiknya dilakukan kajian lengkap tentang profil anak, termasuk aspek kejiwaan," kata Giri dalam pernyataannya pada Rabu, 30 April 2025.
Menurut Giri, pendekatan militer yang berfokus pada disiplin belum tentu merupakan solusi yang tepat dalam menangani kenakalan remaja. Ia menilai bahwa pemahaman yang lebih dalam terhadap kondisi psikologis masing-masing anak jauh lebih penting dibandingkan sekadar memberi pelatihan keras.
Lebih lanjut, Giri memperingatkan bahwa membawa anak-anak secara paksa ke program pendidikan militer tanpa adanya keputusan hukum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi mereka. Walaupun pemerintah daerah menyebut bahwa program ini akan mendapatkan persetujuan dari orang tua, hal itu belum cukup kuat secara hukum.
"Pendidikan karakter pelajar sebaiknya dibentuk dalam lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka. Bukan dengan cara memaksa mereka masuk ke barak militer tanpa dasar hukum yang kuat," ujarnya.
Program yang diusulkan Dedi Mulyadi ini akan melibatkan sekitar 30 hingga 40 barak militer khusus di wilayah Jawa Barat. Pesertanya adalah siswa yang dinilai sulit diarahkan atau berpotensi terlibat dalam pergaulan yang menyimpang, seperti tawuran atau aktivitas geng motor. Program tersebut akan dilaksanakan melalui kerja sama dengan pihak TNI dan Polri, khususnya di daerah-daerah yang rawan kenakalan remaja.