Advokat Gugat UU MD3, Minta Semua Rapat DPR Wajib Digelar di Gedung DPR RI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Mei 2025, 12:48
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Gedung DPR Gedung DPR (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

Salah satu poin yang disorotnya adalah tidak adanya aturan lokasi pelaksanaan rapat DPR dalam Pasal 229 UU MD3. Zico meminta agar Mahkamah menafsirkan bahwa semua rapat DPR harus diselenggarakan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Menurut kuasa hukumnya, Putu Surya Permana Putra, ketentuan yang ada saat ini berpotensi membuka ruang bagi pelaksanaan rapat di luar gedung DPR, seperti di hotel-hotel mewah. Hal ini, kata dia, bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang saat ini sedang digalakkan di berbagai lembaga negara.

"Akan tidak adil ketika gedung yang sudah dibangun tersebut justru tidak digunakan sebagaimana mestinya karena DPR lebih menggunakan rapat di hotel, apalagi dilakukan di tengah lembaga-lembaga lain yang sedang gencar melakukan efisiensi anggaran," ujar Putu, seperti dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025.

Pemohon beranggapan bahwa seharusnya seluruh rapat DPR digelar di gedung resmi DPR, kecuali bila ada gangguan fasilitas. Apalagi, DPR sudah memiliki berbagai ruangan khusus untuk menyelenggarakan rapat, termasuk ruang paripurna, ruang rapat komisi, hingga ruang fraksi.

Dalam permohonannya, Zico menilai pelaksanaan rapat di hotel sebagai bentuk pemborosan anggaran negara. Ia meminta agar Pasal 229 yang saat ini berbunyi, "Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup," ditafsirkan ulang oleh Mahkamah.

Zico meminta agar Mahkamah menafsirkan pasal itu menjadi: "Semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik."

Permohonan uji materi tersebut teregister dengan Nomor 42/PUU-XXIII/2025. Selain mempertanyakan lokasi rapat DPR, Zico juga menggugat keberadaan kata "fraksi" dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3, serta frasa "tugasnya sebagai wakil rakyat" pada Pasal 12 ayat (4) undang-undang yang sama.

Menurut kuasa hukumnya, keberadaan fraksi dalam dua pasal itu menimbulkan persoalan karena dianggap membatasi kebebasan anggota DPR sebagai individu. Sistem fraksi dinilai membuat suara anggota DPR dikendalikan oleh partai, bukan berdasarkan aspirasi pribadi sebagai wakil rakyat.

Zico menilai dominasi partai melalui fraksi membuat masyarakat yang memilih anggota legislatif akan merasa dirugikan karena aspirasi mereka tidak disuarakan secara independen.

Untuk itu, ia meminta Mahkamah menghapus kata "fraksi" dalam Pasal 12 dan Pasal 82, atau setidaknya menyatakan bahwa frasa "tugasnya sebagai wakil rakyat" harus dimaknai sebagai: "Tugasnya sebagai wakil rakyat untuk dapat menyampaikan pendapat secara perseorangan wakil rakyat dan bukan atas nama fraksi."

Lebih lanjut, terkait Pasal 82, Zico juga meminta agar frasa "hak dan kewajiban anggota DPR" ditafsirkan menjadi: "Hak dan kewajiban perseorangan anggota DPR untuk menyatakan pendapatnya perseorangan tanpa pengaruh dan atas nama fraksi."

Dalam gugatan tersebut, Zico juga menyoroti praktik pergantian antarwaktu (PAW) atau hak recall oleh partai politik. Ia menganggap ketentuan tersebut mengancam kemandirian parlemen karena memperbesar kuasa partai terhadap kadernya di legislatif, sesuatu yang menurutnya bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ia menyatakan bahwa DPR seharusnya tidak berfungsi sebagai "Dewan Perwakilan Partai". Oleh karena itu, ia mengusulkan agar hak recall tidak hanya dimiliki partai, tetapi juga melibatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Zico pun meminta Mahkamah untuk menafsirkan frasa "diusulkan oleh partai politiknya" dalam Pasal 239 UU MD3 menjadi: "Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali."

Sidang pendahuluan atas perkara ini telah digelar pada Senin 5 Mei 2025 di Gedung MK, Jakarta. Mahkamah memberikan waktu hingga Senin, 19 Mei 2025 bagi Pemohon untuk melakukan perbaikan terhadap permohonannya, bila diperlukan.

(Sumber: Antara)

x|close