Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Tak Wakili Kekuatan Ekonomi Indonesia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Apr 2025, 18:35
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merespons kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merespons kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Ntvnews.id, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid dan terjaga. 

“Pergerakan nilai tukar lebih mencerminkan dinamika global, dan tidak selalu sama atau identik dengan kondisi fundamental Indonesia,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta, Rabu, 30 April 2025.

Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang Januari hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp16.443 per dolar AS (year-to-date/ytd). Sementara itu, pada akhir Maret, kurs rupiah melemah lebih lanjut ke level Rp16.829 per dolar AS. Angka ini masih berada di atas target pemerintah dalam asumsi makro APBN 2025, yang memproyeksikan nilai tukar berada di kisaran Rp16.000 per dolar AS. 

Baca juga: Mensesneg Respons Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi oleh IMF

Namun, pelemahan rupiah tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh kondisi domestik. Tekanan global memainkan peran besar. Pasar sebelumnya berharap Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akan segera menurunkan suku bunga acuan, Federal Funds Rate (FFR). 

Harapan itu tertahan akibat inflasi AS yang tetap tinggi dan pasar tenaga kerja yang masih ketat, memaksa The Fed untuk lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan pelonggaran moneter.

Ketidakpastian global ini menjadi tantangan besar bagi stabilitas nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Kehati-hatian The Fed dalam menurunkan suku bunga acuan akibat inflasi yang masih tinggi dan pasar tenaga kerja yang ketat telah mendorong aliran modal global (capital flow) kembali ke Amerika Serikat.   

Baca juga: Prabowo Bakal Bertemu Putin dan Jadi Pembicara Forum Ekonomi di Rusia

Tekanan global semakin meningkat setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Di awal masa jabatannya, Trump langsung mengambil sejumlah langkah drastis, termasuk penerapan kebijakan tarif resiprokal yang agresif.

Kebijakan ini menyasar sekitar 70 negara mitra dagang yang dinilai memiliki surplus perdagangan dengan AS dan dianggap perlu dikoreksi melalui bea masuk tambahan.

Langkah tersebut memicu ketegangan perdagangan internasional dan menciptakan gejolak di sektor keuangan global.

Ketidakpastian pun melonjak tajam, membuat dinamika pasar keuangan menjadi sangat fluktuatif, terutama sepanjang kuartal pertama tahun 2025 kondisi yang mirip dengan gejolak yang terjadi pada April tahun sebelumnya. 

Baca juga: Nusantara TV Gelar Forum Ekonomi NTV Insight, Bahas Peluang Bisnis Indonesia Menghadapi Perang Tarif Trump 

“Ini menyebabkan nilai tukar terhadap dolar di banyak negara mengalami penyesuaian, tak terkecuali Indonesia,” ujar Sri Mulyani.  

Nilai tukar rupiah dibuka menguat pada perdagangan Rabu pagi di Jakarta, naik sebesar 46 poin atau 0,27 persen ke level Rp16.715 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.761 per dolar AS.

Analis mata uang dan komoditas Doo Financial Futures, Lukman Leong, memprediksi bahwa penguatan rupiah bersifat terbatas. Ia menilai sentimen pasar saat ini masih ditopang oleh harapan terhadap perundingan kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), yang menjadi salah satu faktor penentu arah pergerakan mata uang.

(Sumber: Antara) 

x|close