Ntvnews.id, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa krisis kekeringan yang melanda Somalia diperkirakan berdampak pada lebih dari 4,6 juta orang, atau sekitar seperempat dari total populasi negara tersebut. Hal itu disampaikan Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, pada Senin, 22 Desember 2025.
Menurut laporan Xinhua yang dikutip Selasa, mitra-mitra PBB mencatat sedikitnya 120.000 orang terpaksa mengungsi sepanjang periode September hingga Desember 2025. Kondisi tersebut dipicu oleh lonjakan harga air, semakin terbatasnya ketersediaan pangan, kematian ternak, serta runtuhnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat.
Dujarric mengungkapkan bahwa sektor pendidikan turut mengalami dampak serius akibat krisis tersebut. Lebih dari 75.000 siswa di berbagai wilayah Somalia dilaporkan harus menghentikan pendidikan mereka karena situasi yang kian memburuk.
Ia juga memperingatkan bahwa musim kemarau berikutnya yang diperkirakan berlangsung antara Januari hingga Maret berpotensi memperparah kondisi kekeringan di Somalia. Situasi ini dikhawatirkan akan meningkatkan kelangkaan air dan memperbesar angka kematian ternak, yang pada akhirnya dapat mendorong meningkatnya risiko kerawanan pangan di sejumlah wilayah.
Baca Juga: Presiden Iran Bakal Lakukan Evakuasi Warga Ibu Kota dalam Ancaman Kekeringan
Dalam situasi tersebut, otoritas setempat menyerukan bantuan mendesak guna mencegah kolapsnya mata pencaharian di sektor penggembalaan dan pertanian, serta untuk menghindari jatuhnya korban jiwa yang sejatinya dapat dicegah.
PBB menegaskan bahwa empat bulan ke depan akan menjadi periode yang sangat krusial, mengingat musim hujan berikutnya diperkirakan baru akan datang pada April 2026. Untuk itu, PBB bersama para mitra kemanusiaannya telah dikerahkan guna mendukung penilaian situasi di lapangan, memetakan ketersediaan stok bantuan, serta mengoordinasikan respons darurat di sektor air, pangan, gizi, kesehatan, dan tempat penampungan.
Dujarric menambahkan bahwa Dana Tanggap Darurat Pusat PBB telah mengalokasikan dana sebesar 10 juta dolar AS pada akhir November. Namun demikian, ia menegaskan bahwa kebutuhan akan dukungan tambahan dalam jumlah jauh lebih besar masih sangat mendesak.
(Sumber: Antara)
Ilustrasi cuaca panas. (ANTARA)