Ntvnews.id, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menandatangani nota kesepakatan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta terkait penanganan pelaku tindak pidana melalui pendekatan keadilan restoratif serta pelaksanaan pidana kerja sosial. Penandatanganan ini di Balairung, Balai Kota Jakarta, pada Senin, 15 Desember 2025.
Langkah ini merupakan bagian dari pembaruan sistem peradilan pidana di Indonesia yang bertujuan mengatasi akar permasalahan kejahatan, menekan angka residivisme, serta memulihkan hubungan sosial yang terganggu akibat tindak pidana. Regulasi ini mengatur penerapan pidana alternatif selain penjara dan denda, yakni keadilan restoratif dan pidana kerja sosial.
“Bagi Jakarta, kesepakatan ini sangat berarti. Ruang kerja sosial di Jakarta sangat besar. Kami memiliki pasukan pelangi, putih, hijau, biru, dan oranye yang siap berkolaborasi. Pasukan putih, misalnya, berjumlah 584 personel yang bekerja membantu lansia dan penyandang disabilitas. Kebutuhannya sangat tinggi dan ini bisa saling menguatkan,” kata Pramono.
Pidana kerja sosial merupakan jenis pidana alternatif pengganti hukuman penjara jangka pendek, di mana terpidana menjalani hukuman dengan melakukan pekerjaan sosial di lembaga atau fasilitas umum.
Menurutnya, Pemprov DKI memiliki hampir 90 ribu personel pasukan pelangi serta fasilitas layanan publik yang luas, seperti 31 rumah sakit, 44 puskesmas, dan 267 puskesmas pembantu. Dengan dukungan tersebut, penerapan pidana kerja sosial dinilai dapat dilakukan secara efektif dan terarah.
“Kerja sama ini akan menghadirkan pendekatan yang lebih humanis, lebih efektif, dan berorientasi pada pemulihan, baik bagi masyarakat maupun bagi pelaku tindak pidana itu sendiri. Saya meyakini Jakarta dapat menjadi role model bagi daerah lain,” tutur Pramono.
Baca Juga: Momen Pramono Ajak Novotel Jakarta Pulomas Ikut Lomba yang Diinisiasi Pemprov DKI
Pramono Anung (NTVNews.id/ Adiansyah)
Baca Juga: Pramono Dukung Hasil Kongres Istimewa Kaum Betawi Tahun 2025
Nota kesepakatan ini menjadi langkah strategis dalam menyambut penerapan konsep keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Implementasinya menitikberatkan pada pemulihan dan reintegrasi sosial pelaku, dengan durasi kerja sosial minimal 8 jam per hari hingga total 240 jam yang dapat dicicil.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya menyatakan bahwa nota kesepakatan ini mencerminkan komitmen kuat kedua belah pihak dalam mendukung perubahan paradigma pemidanaan. Ia menilai sinergi dengan Pemprov DKI akan sangat memudahkan implementasi pidana kerja sosial dan keadilan restoratif.
“Nota kesepakatan ini membangun kemitraan dan koordinasi yang efektif, mulai dari pertukaran data dan informasi, penyusunan mekanisme penerapan, pengembangan sumber daya manusia, hingga pengawasan, pemantauan, dan evaluasi,” jelasnya.
Nota kesepakatan tersebut juga dilengkapi dengan dokumen rencana kerja sebagai panduan konkret pelaksanaan pidana kerja sosial dan penerapan keadilan restoratif, termasuk rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna narkoba yang teridentifikasi sebagai korban.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Asep Nana Mulyana, menegaskan bahwa penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 menandai perubahan besar dalam paradigma sistem hukum pidana nasional.
“Kita bergerak dari paradigma retributif menuju restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Ini juga menjadi bagian dari upaya mengatasi persoalan overkapasitas di lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.
Asep menambahkan, pidana kerja sosial telah diuji coba di berbagai daerah dengan ratusan bentuk kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal serta profil pelaku. Melalui nota kesepakatan ini, penentuan jenis dan lokasi kerja sosial akan diserahkan kepada pemerintah daerah agar lebih implementatif dan tepat sasaran.
Pramono Anung (Humas DKI)