Ntvnews.id, Lebak - Kementerian Kehutanan mengungkapkan bahwa nilai kerugian akibat kerusakan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) telah mencapai sekitar Rp350 miliar, berdasarkan pengukuran dan penertiban yang dilakukan pada area seluas 439 hektare.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan bahwa berbagai aktivitas ilegal menjadi penyebab utama kerusakan tersebut.
"Kerusakan hutan TNGHS itu, selain penambang ilegal dan pengguna vila serta wisata," ujar Rudianto saat menghadiri penutupan lubang Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Blok Cirotan, kawasan konservasi TNGHS wilayah Kabupaten Lebak, Rabu.
Ia menambahkan bahwa angka kerugian tersebut kemungkinan masih akan meningkat setelah seluruh operasi penertiban tuntas dilakukan. Menurutnya, perhitungan kerusakan secara ekologis belum dimasukkan, begitu juga potensi kerugian negara yang nantinya akan dikalkulasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami memastikan kerugian kerusakan hutan TNGHS bisa bertambah di atas Rp350 miliar," katanya.
Sebelumnya, operasi penertiban PETI telah dilakukan di sejumlah titik, di antaranya Blok Cibuluh, Ciheang, dan Gunung Pedih yang berada di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Pada tahap ketiga, tindakan serupa diteruskan di Kabupaten Lebak, mencakup penutupan lubang PETI di Blok Cirotan, Cisopa, dan Cimari, dengan total 55 titik.
Baca Juga: Kemenhut Bantah Buka Izin Penebangan untuk PHAT di Tapanuli Selatan Sejak Bulan Juli
Secara keseluruhan, hingga hari ini telah dilakukan penutupan 281 titik lubang PETI di kawasan TNGHS dari target 1.400 titik.
"Kami bersama Satgas PKH terus melakukan penertiban dan penutupan lubang PETI, karena bisa menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan alam, sehingga berpotensi menyebabkan bencana alam," ujarnya.
Rudianto juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sejumlah pemodal yang mendukung aktivitas penambangan ilegal tersebut. Sebanyak tujuh orang telah diperiksa terkait aktivitas di Blok Cibuluh, serta lima orang di Blok Gunung Pedih. Ia menegaskan bahwa penindakan terhadap penggunaan merkuri dan sianida—bahan yang sangat merusak lingkungan—juga akan dilakukan. Mengenai pemeriksaan untuk Blok Cirotan, ia menyebutkan,
"Kami belum bisa memberikan keterangan berapa jumlah penambang ilegal di Blok Cirotan yang akan dilakukan pemeriksaan, karena baru penutupan lubang PETI itu."
Sementara itu, Komandan Satuan Tugas PKH Garuda, Mayjen Dody Trywinarto, memaparkan bahwa kawasan TNGHS yang berada di Kabupaten Sukabumi, Bogor, dan Lebak memiliki total luas 105,72 hektare. Kawasan ini telah mulai mengalami perambahan sejak era 1990-an oleh para pelaku PETI. Ia menegaskan bahwa penertiban dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2022 sebagai langkah menyeluruh untuk menata kembali kawasan hutan di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Dody, kerusakan yang terjadi dapat dibayangkan dari kondisi di lapangan, di mana dalam satu titik saja terdapat lubang sedalam 20 meter, dengan area penyebaran hingga 5 kilometer. Data terbaru menunjukkan hampir 1.400 titik lubang PETI tersebar di tiga kabupaten dalam kawasan TNGHS. Hingga kini, penertiban oleh Kemenhut dan Satgas PKH telah mencakup hampir 439 titik. "Kita terus akan melakukan operasi dan penertiban PETI yang merusak kawasan hutan itu dapat dihentikan," ujarnya.
(Sumber : Antara)
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan Dwi Januanto Nugroho (ketiga kiri) didampingi Dansatgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda Mayjen TNI Dody Triwinarto (kedua kanan), Direktur Tindak Pidana Kehutanan Kemenhut Rudianto Saragih Napitu (kiri), Wakajati Banten Ardito Muwardi (ketiga kanan), dan Kepala Balai TNGHS Budi Chandra (kanan) menyampaikan keterangan pers di lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Lebak, Banten, Rabu (3/12/2025). Kementerian Kehutanan bersama dengan Satgas PKH menertibkan kegiatan ilegal termasuk pertambangan tanpa izin pada operasi periode ketiga di Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan berhasil melakukan penguasaan kembali kawasan tersebut dari kegiatan ilegal berupa lubang PETI sebanyak 55 lubang karena mengancam kelestarian kawasan konservasi yang merupakan salah satu hulu daerah aliran sungai di Provinsi Jawa Barat dan Banten. ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/nz/pri. (Antara)