Ntvnews.id, Jakarta - Keberanian Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos menemui langsung massa aksi yang berunjuk rasa di depan kantor DPRD Ternate pada awal September 2025 lalu, menuai banyak pujian. Sebagai wanita Sherly dianggap nekat turun langsung menghadapi dan meredam ribuan massa dalam demonstrasi yang sempat ricuh.
Kehadiran Sherly pun dianggap sebagai wujud keterbukaan pemerintah dalam respons aspirasi masyarakat jalan.
Sherly mengungkapkan ada dua alasan kuat bagi dirinya untuk turun ke lapangan menemui pendemo.
"Pertama sesuai dengan arahan dari Mendagri, kita semua kepala daerah diharapkan balik ke daerah masing-masing dan bertemu mendengar langsung aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat," kata Sherly Tjoanda Laos saat wawancara khusus dalam program Abraham Nusantara TV.
"Yang kedua, bercermin dengan apa yang terjadi di pusat. Pada intinya kan mahasiswa hanya ingin didengar. Jadi ketika ketika masyarakat dan mahasiswa berkumpul di tanggal 1 dan tanggal 2 ingin menyampaikan aspirasi mereka. Saya selaku kepala daerah provinsi berkoordinasi dengan Forkopimda Provinsi dengan Walikota. Kita turun mendengar apa aspirasi mereka sehingga kemudian tidak berkelanjutan," imbuhnya.
Baca juga: Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Kibarkan Merah Putih di Bawah Laut
Sherly mengakui sebagai manusia biasa dirinya juga khawatir terhadap perilaku pengunjuk rasa yang setiap saat bisa berubah menjadi anarkis. Terlebih aksi anarkis juga telah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
"Memang sempat agak memanas ya, sempat lempar-lemparan karena mereka pengin menduduki kantor DPRD Kota Ternate tapi kan dihalangin oleh polisi. Jadi mereka mencoba menerobos. Akhirnya kalau lihat di sosmed kan agak sedikit memanas. Tapi kemudian baiknya di sini ketika waktunya salat semuanya break salat dulu. Kemudian selesai salat kita turun mendengar aspirasi mereka. Setelah itu mereka bubar," ujarnya.
'Bahwa ada kekhawatiran, saya bakal dilempar ada kekhawatiran itu ada. Tapi karena sudah berkoordinasi dengan Forkopimda, ada Pak Kapolda, ada Pak Danrem, Danlanal yang mendampingi, jadi saya lumayan tenang sih. Dan berdoa dan kan niatnya baik mendengar aspirasi. Kemudian saya selalu menganggap masyarakat Maluku Utara tuh anak-anak saya. Jadi ya mendengar dengan niat baik dan bersyukur kemarin berjalan dengan baik," tambahnya.
Meski ada kemiripan, namun menurut Sherly aksi unjuk rasa kali ini berbeda dengan yang terjadi pada 1998. Itu sebabnya ketika beberapa temannya menyarankan untuk pergi ke tempat yang lebih aman, Sherly pun menolak. Ia tetap berpikir positif tentang Indonesia.
"Jadi saya memilih untuk turun mendengar langsung biar selesai daripada kemudian berkelanjutan sampai malam terus khawatir ada yang terbakar. Kan semuanya rugi," ungkapnya.
"Bukan mengunderestimate, cuman saya positive thinking bahwa segala sesuatu bahwa sebenarnya kan kalau mungkin agak berbeda case yang kemarin dengan yang 98. Saya melihat case yang ini sebenarnya murni mahasiswa hanya pengin didengarkan. Bahwa kemudian dalam proses mengutarakan pendapat kemudian entahlah ada yang bilang penyusup atau sesuatu yang terjadi di luar kendali. Perusuh. Itu saya enggak tahu. Tapi pada dasarnya kan mereka pengin menyuarakan aspirasi mereka," pungkasnya.