Ntvnews.id, Jakarta - IPB University bersama Kementerian Kehutanan (Kemenhut) resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kolaborasi dalam konservasi satwa liar di Indonesia.
Penandatanganan ini dilangsungkan di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa sore (2/9/2025).
Kesepakatan tersebut menegaskan komitmen kedua belah pihak dalam melindungi kelangsungan hidup spesies langka seperti badak Jawa, badak Sumatra, gajah, banteng, dan harimau.
Rektor IPB University, Prof. Arif Satria, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari kelanjutan kiprah panjang IPB dalam bidang penelitian satwa liar, terutama spesies badak.
"IPB sudah lama terlibat dalam penelitian dan pengembangan teknologi konservasi satwa liar," ujarnya.
Menurut Prof. Arif, keterlibatan berbagai pihak seperti Kemenhut, Bappenas, organisasi masyarakat sipil, hingga mitra internasional, menjadi pilar penting dalam mendorong upaya penyelamatan satwa-satwa yang terancam punah.
Dari pihak pemerintah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan keyakinannya pada kekuatan sains sebagai landasan penting dalam menjaga hutan serta keragaman hayati Indonesia.
"Kerja sama dengan IPB penting agar anak cucu kita tetap bisa melihat langsung satwa liar kebanggaan bangsa," katanya.
Ia menambahkan, bentuk kolaborasi ini mencerminkan peran strategis Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, sekaligus pemilik hutan tropis terbesar yang membawa tanggung jawab global.
"IPB akan menjadi pusat riset yang membuka kolaborasi global, bukan lagi membawa sumber daya genetik kita ke luar negeri," ujarnya.
Raja Juli menegaskan, riset konservasi perlu dilakukan di dalam negeri dengan memberdayakan para ilmuwan lokal, bukan mengirimkan sumber daya genetik ke luar negeri untuk diteliti oleh pihak asing.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, memberikan gambaran nyata mengenai urgensi konservasi. Ia menyoroti situasi kritis badak Sumatra di Kalimantan, yang saat ini hanya tersisa dua ekor betina.
Menurutnya, kondisi tersebut menuntut intervensi teknologi berupa reproduksi berbantu agar populasi dapat segera dipulihkan.
Sebagai bagian dari kerja sama ini, IPB University juga akan membangun fasilitas penelitian dan pusat bioteknologi yang lebih modern.
Fasilitas ini diharapkan menjadi fondasi untuk pendekatan konservasi yang lebih ilmiah dan terintegrasi, serta memperkuat posisi IPB sebagai pusat konservasi satwa liar berbasis riset.
(Sumber: ANTARA)